Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasihnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam kami sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaatnya.
Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Ulumul
Hadis yang berjudul “Ilmu Asbab Wurudil Hadis” dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman mengenai ilmu Asbab Wurudil Hadis dalam
pembahasan Ulumul Hadis.
Kami haturkan terimakasih kepada kedua orangtua yang senantiasa
memberi dukungan moril maupun materiil, kepada Bapak Khoirul Anwar,
S.Ag.,MPd selaku dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Hadis, dan tidak
lupa teman-teman Tarbiyah B yang senantiasa memberikan dukungan demi
terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, begitu pula
dengan makalah yang kami buat, masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Semarang , juni 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu asbab wurudil hadis merupakan ilmu dalam konteks historisitas,
baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang lainnya
yang terjadi pada saat hadits tersebut di sabdakan oleh Nabi SAW, dapat
berfungsi sebagai acuan analisis dalam menentukan apakah hadits
tersebut bersifat khusus, umum, mutlak atau muqoyyad, naskh atau mansukh
dan lain sebagainya.
Dengan demikian, ilmu asbab wurudil hadis juga dapat diberi
pengertian, “suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang
sebab-sebab Nabi Muhammad SAW menuturkan sabdanya dan waktu beliau
menuturkan itu”.
Adapun sasaran dalam mempelajari ilmu ini adalah Setiap hadits yang secara tegas mempunyai asbab wurudil hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Ilmu Asbab Wurudil Hadis itu?
2. Ada berapa macam Ilmu Asbab Wurudil Hadis?
3. Apakah urgensi dan bagaimana cara mengetahi Asbab Wurudil Hadis?
4. Apa contoh-contoh Ilmu Asbab Wurudil Hadis?
5. Kitab apa saja yang berbicara tentang Ilmu Asbab Wurudil Hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Devinisi Ilmu Asbab Wurudil Hadis
Kata asbab adalah ajama` dari sabab. Menurut ahli bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali)[1], saluran, yang artinya dijelaskan sebagai “segala yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya”.[2]
Menurut istilah adalah كل شي ءيتوصل به الى غايته[3] , yang artinya “Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”
Ada juga yang mendevinisikan dengan “Suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu”.[4]
Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir seperti
As-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurudil hadis
adalah “sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan
arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakhan, dst” atau suatu
arti yang dimaksud oleh sebuah hadis saat kemunculannya”.[6]
Hasbi as-sidiqi mendefinisikan ilmu asbab wurudil hadis sebagai
berikut, “Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan
firmannya dan masa-masa Nabi SAW menuturkannya” (Imam Malik, dalam kitab
Al-jumah: 1/102).
Sebagian ulama berpendapat bahwa pengertian asbab wurudil hadis
mirip dengan pengertian asbabul nuzul, yaitu “Sesuatu baik berupa
peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang terjadi pada waktu
hadits itu di firmankan oleh Nabi SAW”.(Al-bukhori kitab mawakit
as-sholah: 1/346).
B. Macam-Macam Asbab Wurudil Hadis
Menurut Imam As-Suyuthi asbab wurudil hadis itu dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Sebab yang berupa ayat al-Qur’an.
Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW mengeluarkan sabdanya.
Contoh:
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An’am: 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. Kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam QS.Al-Luqman:13
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Al-Luqman:13)
2) Sebab yang berupa Hadits itu sendiri
Artinya pada waktu itu terdapat suatu hadis, namun sebagian
sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul hadis lain
yang memberikan penjelasan terhadap Hadits tersebut.
Contohnya adalah Hadits yang berbunyi:
إن لله تعالى ملائكة في الأرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di
bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan
keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut, ternyata para sahabat merasa
kesulitan, maka mereka bertanya: “Ya Rasul !, Bagaimana hal itu dapat
terjadi?”. Maka Nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain
sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika
Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat
kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata:
“Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat”
(pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan
rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya,
seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka
Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat
bertanya: “Ya Rasul!, Mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut
memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya? Engkau
katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga
kali”. Nabi menjawab: “ia benar”. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar,
“wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi.
Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan
keburukan seseorang”. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi
yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para
sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan
jenzah itu jahat.
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada Nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi bersabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya).[8]
C. Urgensi Asbab Wurudil Hadis dan Cara Mengetahuinya
Ilmu asbab wurudil hadis mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka memahami suatu hadis. Sebab,
biasanya hadis yang disampaikan oleh Nabi SAW bersifat kasuistik,
cultural, bahkan temporal. Oleh karena itu, memperhatikan konteks
historisitas munculnya hadis sangat penting karena paling tidak akan
menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu hadis.
Sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya saja,
sementara konteksnya kita abaikan atau kita ketepikan sama sekali.
Pemahaman hadis yang mengabaikan peranan asbab wurudil hadis akan
cenderung bersfat kaku, literalis-skriptualis, bahkan kadang kurang
akomodatif terhadap perkembangan zaman.
Urgensi asbab wurudil hadis menurut Imam As-Suyuthi antara lain untuk :
1) Menentukan adanya takhsish hadis yang bersifat umum.
2) Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak.
3) Mentafshil (memerinci) hadis yang masih bersifat global.
4) Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalam suatu hadis.
5) Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6) Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)
Sebagai ilustrasi, akan diberikan beberapa contoh mengenai fungsi
asbab wurudil hadis, yaitu untuk menentukan adanya takhsish terhadap
suatu hadis yang ‘am, misalnya hadis yang berbunyi:
صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
Artinya: “shalat orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang sholat sambil berdiri.” (H.R. Ahmad)
Pengertian “shalat” dalam hadits tersebut masih bersifat umum.
Artinya dapat berarti shalat fardhu dan sunnah. Jika ditelusuri melalui
asbab wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “shalat”
dalam hadis itu adalah shalat sunnat, bukan shalat fardhu. Inilah yang
dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadits yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbab wurudil hadis.
Asbab wurudil hadis tersebut adalah bahwa ketika itu di Madinah dan
penduduknya sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Maka kebanyakan
para sahabat lalu melakukan shalat sunnah sambil duduk. Pada waktu itu,
Nabi SAW kebetulan datang dan tahu bahwa mereka suka melakukan shalat
sunnah tersebut sambil duduk. Maka Nabi SAW kemudian bersabda: ”shalat
orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang shalat dengan
berdiri”. Mendengar pernyataan Nabi SAW tersebut, akhirnya para sahabat
yang tidak sakit memilih shalat sunnah sambil berdiri.
Dari penjelasan asbab wurudil hadis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “shalat” dalam hadis itu adalah
shalat sunnah. Pengertiannya adalah bahwa bagi orang yang sesungguhnya
mampu melakukan shalat sunnah sambil duduk, maka ia akan mendapat pahala
separoh dari orang shalat sunnah dengan berdiri.
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan
shalat sambil berdiri mungkin karena sakit, baik shalat fardhu atau
shalat sunnah, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak
termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala
orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang
yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.
Adapun contoh mengenai asbab wurudil hadis yang berfungsi untuk membatasi pengertian yang mutlak adalah hadis yang berbunyi:
من سن سنة حسنة عمل بها بعده كان له أجره مثل أجورهم من غير أن ينقص من جورهم شيئا و من سن سنة سيئة
فعمل بها من بعده كان عليه وزره ومثل أوزارهم من غير أن ينقص من أوزارهم شيئا
Artinya: “Barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi
atau perilaku yang baik), lalu sunnah itu diamalkan orang-orang
sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang
mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian pula
sebaliknya, barang siapa yang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi
atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia
akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa
yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim)
Kata “sunnah” masih bersifat mutlak, artinya belum
dijelaskan oleh pengertian tertentu. Ia dapat berarti sunnah hasanah
(perilaku yang baik) dan sunnah sayyi’ah (perilaku yang jelek). Sunnah
merupakankata yang mutlaq baik yang mempunyai dasar pijakan agama atau
tidak.
Asbab wurudil dari hadis tersebut adalah ketika itu Nabi SAW sedang
bersama-sama sahabat. Tiba tiba datanglah sekelompok orang yang
kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang
miskin. Melihat fenomena itu, Nabi SAW wajahnya menjadi merah, karena
merasa empati, iba dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat
yang bernama bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamah untuk
melakukan shalat jama’ah. Setelah selesai jama’ah shalat, Nabi SAW
kemudian berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan agar
bertaqwa kepada Allah SWT dan mau menginfaqkan sebagian hartanya untuk
sekelompok orang-orang miskin tersebut.
Mendengar anjuran itu, maka salah seorang dari sahabat Anshar lalu
keluar membawa satu kantong bahan makanan dan diberikan kepada mereka.
Ternyata yang dilakukan oleh Anshar itu kemudian diikuti oleh para
sahabat yang lain. Maka kemudian Nabi SAW bersabda :
من سن سنة حسنة … الحديث
Dari asbab wurudil hadis tersebut, As-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang dimaksud sunnah dalam hadis tersebut adalah sunnah yang baik.
Adapun cara mengetahui asbab wurudil hadis sebuah hadis adalah
dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan
peristiwa wurudnya hadis, sebab-sebab wurudnya hadis, ada yang sudah
tercantum pada matan hadis itu sendiri, ada yang tercantum pada matan hadis lain. Dalam hal tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riw