Zakat Fithrah ialah : Zakat berupa makanan
pokok dalam suatu daerah, yang dikeluarkan sebelum shalat 'Idul Fithri.
Yang Wajib Mengeluarkan

Ukuran/Kadarnya
Tiap-tiap jiwa sebanyak satu Sha' (2
1/2 kg atau 3 liter), dari makanan pokok yang biasa dimakan oleh orang di dalam
daerah tersebut.
Waktu Pengeluaran
Dari
terbenam matahari pada akhir Ramadlan/malam hari raya 'Idul Fithri sampai
sebelum mulai shalat 'Id.
قَالَ
ابْنُ عُمَرَ
فَرَضَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
زَكَاةَ
اْلفِطْرِ
صَاعًا مِنْ
تَمْرٍ اَوْصَاعًا
مِنْ
شَعِيْرٍ
عَلَى
اْلعَبْدِ وَاْلحُرِّ
وَالذَّكَرِ
وَاْلاُنْثَى
وَالصَّغِيْرِ
وَاْلكَبِيْرِ
مِنَ
اْلمُسْلِمِيْنَ
وَاَمَرَبِـهَا
اَنْ
تُؤَدِّيَ
قَبْلَ خُرُوْجِ
النَّاسِ
اِلىَ
الصَّلاَةِ.
البخارى.
Ibnu Umar telah berkata :
"Rasulullah SAW sudah mewajibkan zakat Fithrah satu Sha' (2 1/2 kg atau 3
liter) dari korma atau satu sha' dari
gandum atas budak dan orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, kecil
dan besar dari orang-orang Islam; dan beliau menyuruh supaya dikeluarkan zakat
fithrah itu sebelum orang-orang keluar pergi shalat ('Idul Fithri)".
[HR. Bukhari].
Boleh pula dikeluarkan 1 atau 2 hari sebelum hari raya :
وَكَانُوْا
يُعْطُوْنَهَا
قَبْلَ
اْلفَجْرِ
بِيَوْمٍ
اَوْ
يَوْمَيْنِ.
البغوى.
.... dan mereka (para shahabat)
memberikannya (zakat fithrah) satu atau dua hari sebelum Fajar ('Idul Fithri).
[HR. Al-Baghawi].
Dengan dasar atsar (perbuatan)
shahabat tersebut, ada sebagian 'ulama (antara lain Imam Syafi'i) yang
berpendapat bahwa sudah boleh mengeluarkan zakat fithrah sejak awal Ramadlan;
karena hadits Nabi tersebut diatas menerangkan waktu pengeluaran zakat fithrah
adalah sebelum mulai shalat 'Id, tanpa penjelasan kapan permulaannya. Sedang
para shahabat ada yang mengeluarkan 1 bahkan 2 hari sebelum Hari Raya. Berdasar
inilah maka mereka berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fithrah pada sejak awal
Ramadlan adalah boleh dan sah.
Sasaran Zakat Fithrah
Sasaran
atau orang/tempat-tempat untuk menyalurkan zakat fithrah tidak berbeda dengan
yang berhaq menerima zakat yang lain, yaitu sebagaimana yang tertera pada surat
At-Taubah ayat 60 :
اِنَّمَا
الصَّدَقتُ
لِلْفُقَرَاءِ
وَاْلمَسكِيْنِ
وَاْلعَامِلِيْنَ
عَلَيْهَا
وَاْلمُؤَلَّـفَةِ
قُلُوْبُهُمْ
وَفِى
الرّقَابِ
وَاْلغَارِمِيْنَ
وَفِيْ
سَبِيْلِ
اللهِ
وَابْنِ السَّبِيْلِ،
فَرِيْضَةً
مِّنَ اللهِ،
وَاللهُ
عَلِيْمٌ
حَكِيْمٌ.
التوبة:60.
Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[At-Taubah : 60].
Keterangan :
Yang
berhaq menerima zakat fithrah ialah :
1.
اَلْـفُـقَرَاء (Orang-orang fakir)
Orang-orang
yang di dalam penghidupannya untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik bagi
dirinya sendiri dan atau orang yang menjadi tanggungannya, hanya mampu
mencukupi kurang dari separoh keperluannya. Misalnya : Kebutuhan setiap harinya
Rp. 2.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp. 800,-
2. اَلْـمَسَاكِيْن (orang-orang miskin)
Yaitu
sebagaimana nomor 1, tetapi lebih dari separoh, namun kurang dari kebutuhannya.
Misalnya : Kebutuhan setiap harinya Rp. 2.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp.
1.200,- Demikian menurut pendapat sebagian 'ulama.
3. اَلْـعَامِـلِـيْن (orang-orang yang mengurusi zakat)
Yaitu beberapa orang yang ahli
tentang seluk-beluk zakat (hukum-hukumnya, barang-barang dan kadar
masing-masing yang dizakati dan sebagainya) yang diangkat oleh Nabi
SAW/Pimpinan ummat Islam dan bertugas sebagai penghitung dan penerima serta penagih
zakat dari kaum Muslimin untuk disalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia
bukan tergolong "orang fakir/ miskin", namun ia berhaq menerima
zakat.
Catatan :
Tentang
"Panitia Zakat Fithrah". Karena yang berhaq mengangkat dan menugaskan
'Amil adalah Nabi SAW/Pimpinan ummat Islam, maka kami berpendapat dan
menyarankan, agar hendaknya kita tidak mendudukkan diri sebagai 'amil.
Seyogyanya menjadi sukarelawan saja untuk membantu pemerintah dan masyarakat
dalam pengelolaan zakat fithrah tersebut. Jika ada diantara anggota panitia itu
orang yang fakir/miskin, maka berhaqlah mereka menerima zakat sebagai
fakir/miskin, bukan sebagai 'amil.
4.اَلْمُؤَلَّفَة
قُلُوْبُهُمْ (orang-orang yang dijinakkan
hatinya).
Yaitu
:
a. Orang yang baru masuk Islam, agar makin mantap
keislamannya.
b. Orang yang diharapkan masuk Islam dan
telah tampak tanda-tanda simpati dan perhatiannya terhadap Islam, ia berhaq
menerima zakat tersebut untuk agar makin memperlancar keislaman orang itu.
c. Orang-orang yang sangat memusuhi Islam dan
berpengaruh dalam masyarakat. Minimal diharapkan dengan pemberian zakat
kepadanya itu, dapat memperlunak sikapnya atau menghentikan sama sekali
permusuhannya terhadap Islam.
Ketiga
golongan diatas termasuk (
اَلْمُؤَلَّفَة
) yang berhaq menerima zakat, sekalipun mereka tergolong
mampu dan bukan fakir/miskin.
5.
اَلرِّقَاب (budak-budak).
Mereka berhaq mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman
perbudakan.
6.
اَلْغَارِمِيْن
(orang-orang yang berhutang)
Yaitu
orang-orang Islam yang kesulitan dan kepayahan karena terbelit oleh
hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/ ma'shiyat (judi dan
sebagainya). Golongan ini boleh mendapat penyaluran zakat untuk melunasi
hutangnya.
7. سَبِيْل
اللهِ
(jalan Allah)
Yaitu
setiap sarana dan tempat serta orang-orang yang berhubungan dengan hal-hal yang
berguna bagi agama maupun masyarakat luas. Misalnya : Masjid-masjid,
sekolahan-sekolahan, madrasah-madrasah, lembaga-lembaga da'wah, tempat
pengajian dan sebagainya, termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta
mengurusinya. Dan juga termasuk sabiilillaah ialah hal-hal yang bermanfaat bagi
kepentingan umum dan dibenarkan oleh agama, seperti mendirikan rumah sakit,
gedung pertemuan, membangun jembatan dan sebagainya.
8.
اِبْن
السَّبِيْلِ (orang yang dalam perjalanan/musafir),
Yaitu
orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan dikhawatirkan terlantar dalam
perantauannya itu, maka yang demikian inipun berhaq menerima zakat untuk bekal
pulang ke negeri/daerah asalnya (walaupun di daerah asalnya ia tergolong orang
yang kaya raya). Hal ini dapat dimengerti dan diambil hikmah yang besar yang
terkandung di dalamnya, yaitu antara lain :
Agar dimana saja orang Islam itu
berada, ia selalu merasa mempunyai saudara seiman yang selalu siap menolongnya,
hingga ia tidak merasa asing di perantauannya tersebut.
Beberapa Masalah Yang Berkaitan
Dengan Masalah Zakat Fithrah
1. Yang dikeluarkan harus sesuai dengan
kwalitas yang biasa dimakannya sehari-hari. Misalnya bila sehari-hari ia makan
makanan pokok tersebut dari kwalitas nomor 1, maka tidak selayaknya ia
mengeluarkan kwalitas nomor 2 atau nomor 3. Jika sampai terjadi demikian
berarti menyalahi jiwa perintah zakat yang antara lain bertujuan untuk
mensucikan jiwa orang itu dari kekikiran hati serta mau menundukkan hawa
nafsunya terhadap perintah Allah. Firman Allah :
خُذْ
مِنْ
اَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيْهِمْ
بِهَا.
التوبة.103
Ambillah
shadaqah dari sebagian harta mereka, dengan shadaqah itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka. [At-Taubah : 103].
Sebaliknya apabila ia
mengeluarkan yang lebih baik dari pada apa yang biasa dimakan, yang demikian
itu lebih baik baginya. Karena kelebihan dan kebaikannya itu akan kembali kepada
pelakunya itu sendiri, sesuai dengan jiwa agama dan jiwa perintah zakat fithrah
tersebut.
Firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 184 :
... فَمَنْ
تَطَوَّعَ
خَيْرًا
فَهُوَ
خَيْرٌلَّه.
البقرة:184
.....
maka barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah
yang lebih baik baginya. [Al-Baqarah : 184].
2. Zakat
Fithrah tersebut dapat pula berujud uang, senilai dengan zakat fithrah yang
diwajibkan baginya. Misalnya : 1 liter = Rp. 800,- maka ia mengeluarkan untuk
dirinya sendiri sejumlah 3 X Rp. 800,- = Rp. 2.400,-
3. Anak-anak
dan orang-orang yang menjadi tanggungan seseorang, maka kewajiban zakat fithrah
mereka dibebankan kepada orang yang menanggungnya (ayah/majikan dan
sebagainya). Jadi merekalah yang berkewajiban mengeluarkan untuk anak-anak atau
orang yang menjadi tanggungannya tersebut, bila mereka itu orang Islam.
4. Ada sementara 'ulama yang berpendapat
bahwa zakat fithrah itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang miskin saja, bukan
untuk yang lain, berdasar pemahaman terhadap hadits :
قَالَ
ابْنُ عُمَرَ:
فَرَضَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
زَكَاةَ
اْلفِطْرِ.
وَقَالَ:
اَغْنُوْهُمْ
عَنْ طَوَافِ
هذَا
اْليَوْمِ.
البيهقى.
Telah
berkata Ibnu Umar : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah dan bersabda
: "Berilah kecukupan kepada mereka (orang-orang miskin) supaya mereka
tidak minta-minta pada hari ini. [HR.
Al-Baihaqi].
Dan juga :
قَالَ
ابْنُ
عَبَّاسٍ:
فَرَضَ
رَسُوْلُ اللهِ
ص زَكَاةَ
اْلفِطْرِ
طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ
مِنَ
اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ
وَطُعْمَةً
لِلْمَسَاكِيْنِ.
فَمَنْ
اَدَّاهَا قَبْلَ
الصَّلاَةِ
فَهِيَ
زَكَاةٌ
مَقْبُوْلَةٌ.
وَمَنْ
اَدَّاهَا
بَعْدَ
الصَّلاَةِ
فَهِيَ
صَدَقَةٌ
مِنَ
الصَّدَقَاتِ.
ابو داود وابن
ماجه
والدارقطنى
والحاكم.
Telah
berkata Ibnu 'Abbas, "Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah, untuk
pembersih bagi orang yang puasa dari omongan sia-sia dan kotor (yang telah
dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa
mengeluarkannya sebelum shalat hari raya, maka ia itu jadi zakat yang maqbul,
dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia itu jadi sedeqah
daripada beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud,
Ibnu Majah, Daruquthni dan Hakim].
Penjelasan :
a. Zakat
Fithrah adalah termasuk bagian daripada "Zakat", maka orang-orang
yang berhaq menerima zakat adalah 8 golongan, sebagaimana diterangkan pada ayat
60 surat At-Taubah diatas.
b. Surat At-Taubah ayat 60 itu didahului
dengan huruf Hashr (pembatas) "اِنَّمَا"
(hanyasanya), maksudnya "bila
tidak demikian maka tidak".
Dan
sifat ayat tersebut umum yang berarti setiap shadaqah/zakat apa saja baik zakat
maal (harta benda), zakat tanaman dan lain-lain, termasuk zakat fithrah ini,
salurannya adalah 8 ashnaf (orang-orang yang berhaq menerima zakat) itu, sedang
hadits-hadits diatas bukan merupakan Takhshish (pengecualian) dari ayat
tersebut.
c. Jadi
jelaslah bahwa hadits-hadits itu bukan bermakna "Zakat Fithrah" itu
wajib hanya diberikan untuk fakir/miskin agar mereka terbebas dari kelaparan
(hadits nomor 1) dan "Zakat Fithrah itu sebagai pensuci bagi orang-orang
yang berpuasa dan hanya diperuntukkan orang-orang miskin" (hadits
nomor 2), melainkan : "Zakat Fithrah itu ~bila memang keenam golongan
yang lain kurang membutuhkan~ sebaiknya disalurkan kepada para fakir/miskin
agar mereka terbebas dari cengkeraman kelaparan pada hari raya itu".
(hadits nomor1) dan: "Zakat Fithrah itu dapat mensucikan orang-orang
yang berpuasa dari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan kecil yang
mungkin dilakukannya ketika sedang berpuasa, dan boleh diperuntuk-kan bagi
orang-orang yang miskin, disamping bagi yang lain dari 8 golongan tersebut
diatas".
d. Bila dengan dasar hadits tersebut orang
menetapkan bahwa zakat fithrah itu hanya untuk orang miskin dengan alasan bahwa
dalam kedua hadits itu yang disebutkan hanyalah orang miskin, maka bagaimana
pula dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagaimana
dibawah ini :
عَنِ
ابْنِ
عَبَّاسٍ،
اَنَّ
النَّبِيَّ ص
بَعَثَ
مُعَاذًا
اِلىَ
اْليَمَنِ
فَذَكَرَ اْلحَدِيْثَ
وَ فِيْهِ.
اِنَّ اللهَ
قَدِ افْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ
صَدَقَةً فِى
اَمْوَالِهِمْ
تُؤْخَذُ
مِنْ
اَغْنِيَاءِهِمْ
فَتُرَدُّ
اِلىَ
فُقَرَاءِهِمْ.
متفق عليه
واللفظ
للبخارى.
Dari
Ibnu 'Abbas, bahwasanya Nabi SAW mengutus Mu'adz ke Yaman, lalu ia sebut hadits
itu, yang didalamnya ada : "Sesung-guhnya Allah telah mewajibkan atas
mereka di harta mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka, lalu
diberikan kepada orang-orang fakir mereka".
[Muttafaq 'alaih, dan lafadz itu bagi Bukhari].
Tentang
yang dimaksud oleh Hadits diatas bukanlah "Zakat itu diambil dari
orang-orang kaya/mampu dan diperuntukkan hanya bagi orang fakirnya, tidak untuk
yang lain". Walaupun bunyi di dalam hadits itu demikian, karena ini
bertentangan dengan ayat 60 surat At-Taubah dimuka. Maka jelaslah makna hadits ini,
yaitu menekankan bahwa yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang yang mampu,
bukan orang yang fakir/miskin.
5. Di muka dijelaskan bahwa batas akhir
pengeluarannya adalah sebelum orang melaksanakan shalat 'Ied. Jika ia
mengeluarkannya setelah shalat, berdosalah ia, karena berarti tidak
melaksanakan kewajiban. Hanya saja yang dikeluarkannya itu dinilai sebagai
suatu sedeqah sebagaimana sedeqah-sedeqah yang lain.
Tegasnya, dia dianggap
berdosa, karena tidak membayar zakat fithrah, sedang yang dikeluarkannya itu
dinilai sebagai sedeqah sunnah.
قَالَ
ابْنُ
عَبَّاسٍ:
فَرَضَ
رَسُوْلُ اللهِ
ص زَكَاةَ
اْلفِطْرِ
طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ
مِنَ
اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ
وَطُعْمَةً
لِلْمَسَاكِيْنِ.
فَمَنْ
اَدَّاهَا
قَبْلَ
الصَّلاَةِ
فَهِيَ
زَكَاةٌ
مَقْبُوْلَةٌ.
وَمَنْ اَدَّاهَا
بَعْدَ
الصَّلاَةِ
فَهِيَ
صَدَقَةٌ مِنَ
الصَّدَقَاتِ.
ابو داود وابن
ماجه والدارقطنى
والحاكم.
Telah
berkata Ibnu 'Abbas, Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah, untuk
pembersih bagi orang yang puasa dari omongan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya),
dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum
shalat (hari raya), maka ia itu jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa
mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia itu jadi satu sedeqah dari beberapa
sedeqah". [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah,
Daruquthni dan Hakim].
6. Dalam masalah zakat fithrah ini
diperbolehkan membentuk Panitia Zakat Fithrah (bukan 'amil) yang bekerja secara
sukarela sebagai pengabdian terhadap masyarakat dan negara sebagaimana riwayat
di bawah ini :
قَالَ
نَافِعٌ:
اِنَّ عَبْدَ
اللهِ بْنَ
عُمَرَكَانَ
يَبْعَثُ
بِزَكَاةِ
اْلفِطْرِ اِلىَ
الَّذِى
تُجْمَعُ
عِنْدَهُ
قَبْلَ اْلفِطْرِ
بِيَوْمَيْنِ
اَوْ
ثَلاَثَةٍ.
Telah
berkata Nafi' : "Bahwa Abdullah bin Umar biasa mengirimkan zakat fithrah
kepada orang yang mengumpulkan zakat sebelum hari raya 'Idul Fithri dua atau
tiga hari". [HR. Malik].
Dalam
masalah mengelurakan zakat fithrah dari tangan yang berkewajiban, agama
memberikan ketentuan batas akhir sebagaimana diterangkan diatas. Sedang
mengenai zakat fithrah itu harus sampai kepada tangan yang berhaq menerima,
agama tidak memberikan ketentuan yang pasti, ini diserahkan pada kita semua.
Yang penting zakat fithrah itu harus ditunaikan sesuai dengan batas waktu yang
telah ditentukan. Dan jika tidak ada hal yang memaksa untuk menunda sampainya
kepada yang berhaq menerima dengan alasan yang dibenarkan oleh syara'/hukum
agama, maka harus segera disampaikan sebagaimana mestinya.
Adapun sampainya zakat
fithrah tersebut pada tangan yang berhaq menerima sesudah shalat hari raya, itu
dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
~ Karena
kesulitan-kesulitan pengangkutan, lantaran banyaknya yang harus dibagikan dan
yang diberi bagian.
~ Karena jauhnya
perjalanan yang harus ditempuh (di lain daerah) sehingga sampainya sesudah hari
raya, karena zakat itu tidak mesti harus dibagikan dalam daerahnya sendiri,
karena ada daerah lain yang lebih memerlukannya.
~ Dan lain-lain sebab yang
dibenarkan oleh syara'.
7. Kadar/Ukuran Zakat Fithrah yang Normal.
Kadar yang normal adalah
satu Sha' (kurang lebih 2 1/2 kg atau 3 liter) atau jika dinilai dengan uang,
maka yang senilai dengan itu, bagi tiap-tiap jiwa baik dirinya sendiri maupun
orang-orang Islam yang menjadi tanggungannya sebagaimana telah diterangkan di
muka.
Maka jika sisa dari
keperluan sehari semalam itu kurang dari satu sha', tetapi lebih dari keperluan
dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, bolehlah ia mengeluarkan sekedar
sisa yang dipunyai itu, walaupun kurang dari satu sha'. Hal ini tetap dipandang
sah serta telah menunaikan kewajiban agama, berdasarkan kepada Sabda Nabi SAW :
اِذَا
اَمَرْتُكُمْ
بِشَيْءٍ
فَأْتُوْا مِنْهُ
مَااسْتَطَعْتُمْ.
البخارى و
مـسلم.
Apabila
aku memerintahkan kamu untuk mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia
semaksimalmu. [HR. Bukhari dan Muslim].
8. Boleh pula mengeluarkan zakat fithrah
bagi bayinya/bayi orang Islam yang menjadi tanggungannya yang masih di dalam
kandungan ibunya, beralasan dengan riwayat sebagai berikut :
Berkata Abu Qilabah :
كَانَ
يُعْجِبُهُمْ
اَنْ
يُعْطُوْا
زَكَاةَ
اْلفِطْرِ
عَنِ
الصَّغِيْرِ
وَاْلكَبِيْرِ
حَتَّى عَنِ
اْلحُمْلِ
فِى بَطْنِ
اُمّهِ. عبد
الرزاق.
Adalah
shahabat-shahabat Nabi SAW suka mengeluarkan zakat fithrah untuk anak-anak
kecil dan dewasa, sehingga untuk anak yang masih dalam kandungan ibunya.
[HR. Abdurrazaq].
Arti Fakir, Miskin Menurut Hadits
مَنْ
سَأَلَ
وَعِنْدَهُ
مَا
يُغْنِيْهِ
فَإِنَّمَا
يَسْتَكْثِرُ
مِنْ جَمْرِ
جَهَنَّمَ.
قَالُوْا: يَا
رَسُوْلَ
اللهِ، وَمَا
يُغْنِيْهِ ؟
قَالَ: مَا
يُغَدِّيــْهِ
وَيُـعَشِّـيْهِ.
ابو داود.
Barangsiapa meminta-minta padahal ia
mempunyai (makanan) yang mencukupi baginya, maka hanyalah ia memperbanyak bara
api jahannam. Mereka bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang mencukupi baginya
itu ?". Beliau bersabda, "Yaitu yang cukup untuk dimakan pada
siangnya dan malamnya". [HR. Abu Dawud].
Ucapan Orang Yang Menerima Zakat
عَنْ
عَبْدِ اللهِ
بْنِ اَبِى
اَوْفَى قَالَ:
كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص اِذَا
اَتَاهُ قَوْمٌ
بِصَدَقَةٍ
قَالَ:
اَللّهُمَّ
صَلِّ عَلَـيْهِمْ.
فَاَتَاهُ
اَبِى اَبُوْ
اَوْفَى
بِصَدَقَـتِهِ.
فَقَالَ:
اَللّهُمَّ
صَلِّ عَلَى
الِ اَبِى
اَوْفَى. متفق
عليه.
Dari Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata, "Adalah
Rasulullah SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan
zakat, beliau mengucapkan Allaahumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah shalawat
kepada mereka). Kemudian ayahku Abu Aufa datang kepada beliau untuk menyerahkan
zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Allaahumma Shalli 'alaa aali Abi Aufa (Ya
Allah berilah shalawat kepada keluarganya Abu Aufa)".
[HR. Muttafaq 'alaih].