Assalamu alikum wr wb
Membatalkan hudhu apakah ada hadist dan dalilnya ….?
Sebab ada beberapa ulama yang bilang batal dan ada yang tidak
Terima kasih sebelumnya
Salam
Maulana
Jawaban:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saudara Maulana yang dirahmati Allah SWT dan netters eramuslim yang
berbahagia di mana pun anda berada, semoga Allah SWT melimpahkan
kebaikan-Nya kepada kita semua karena kesungguhan kita untuk mengetahui
persoalan ibadah. Amin.
Bersentuhan dengan kulit lawan jenis khususnya dengan isteri atau
suami apakah dapat membatalkan wudhu atau tidak, ada tiga pendapat ulama
yang berbeda:
Pertama: Tidak membatalkan wudhu, ini adalah
pendapat madzhab Al-Hanafiyah, mereka mengatakan bahwa menyentuh wanita
tidak membatalkan wudhu secara muthlaq, wanita itu isterinya atau pun
bukan, dengan syahwat atau tidak dengan dengan syahwat.
As-Sarkhasi rahimahullah berkata: “Tidak wajib wudhu karena mencium
atau menyentuh wanita, dengan syahwat atau tidak dengan syahwat”.
Dalil mereka:
Dalil pertama: Pada dasarnya wudhunya tidak batal kecuali bila ada alil yang shahih dan terang.
Dalil kedua: ada beberapa hadits shahih yang
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak kembali berwudhu setelah
menyentuh Aisyah. Aisyah RA berkata: “Dahulu aku tidur di depan
Rasulullah SAW dan kedua kakiku ada di arah qiblatnya, dan bila sujud
beliau menyentuhku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Aisyah RA juga berkata: “Suatu malam aku kehilangan Rasulullah SAW
dari tempat tidur maka kau mencarinya lalu tanganku memegang kedua
telapak kakinya”.
Dalil ketiga: makna “لامستم النساء” adalah jima’, seperti halnya firman Allah SWT: “ولم يمسسني بشر”
Kedua: Membatalkan wudhu
Pendapat Madzhab As-Syafi’iyyah: bahwa seorang
laki-laki yang menyentuh kulit isterinya atau wanita lainnya yang bukan
mahram dapat membatalkan wudhu, walau pun menyentuhnya tanpa diiring
dengan syahwat. Dalil mereka adalah:
Imam Syafi’I rahimahullah menafsirkan kata “لا مستم النساء” dalam surat Al-Maidah ayat 6 adalah bertemunya kulit dengan kulit walau pun tidak terjadi jima’. Alasannya adalah :
Alasan pertama: Bahwa Allah SWT menyebutkan kata “Janabah” di awal ayat ini kemudian mengikutinya dengan menyentuh wanita
Maka ini menunjukan bahwa menyentuh wanita sebagai hadats kecil
seperti buang air besar, dan itu semua bukan “janabah”, maka maksud “لا
مستم النساء di sini adalah menyentuh kulit walau pun tidak terjadi
jima’.
Alasan kedua: dari sisi bahasa Arab kata “لا مس”
maknanya “لمس” sebagaimana dalam qira’ah lainnya, dan semuanya bermakna
bertemunya kulit dengan kulit, Allah berfirman “فلمسوه بأيديهم” (QS.
Al-An’am)
Alasan ketiga: Abdullah bin Umar RA berkata:
“Seorang laki-laki mencium isterinya dan جسها (menyentuhnya) dengan
tangannya termasuk “الملامسة” (menyentuh), dan barang siapa yang
mencium ietrinya atau menyentuh dengan tangannya maka wajib baginya
berwudhu”. (HR. Malik dalam Muwattha’ dengan sanad shahih).
Menyentuh wanita dapat membatalkan waudhu dengan syarat: 1. dengan
lawan jenis 2. Bersentuhan kulit 3. Tidak ada penghalang (seperti
pakaian/kain) 4. Kedua sudah baligh 5. Bukan mahram.
Sedangkan pendapat ketiga: pendapat madzhab
Al-Malikiyah dan Madzhab Al-Hanabilah, mereka menghimpun dalil dari dua
pendapat sebelumnya, mereka mengatakan bahwa menyentuh wanita yang dapat
membatalkan wudhu adalah bertemunya kulit dengan kulit bila diiringi
dengan syahwat, dan inilah yang dimaksud dari ayat “لامستم النساء”,
adapun jika hanya bersentuhan tanpa syahwat seperti dalam kisah Aisyah
RA di dua hadits yang disebutkan di atas maka tidak membatalkan wuhdu.
Sebab perbedaan
Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid
menyebutkan sebab perbedaan pendapat diantara mereka dalam hal ini
adalah karena kata اللمس dalam bahasa arab bermakna menyentuh dengan
tangan dan makna lainnya adalah jima’ (senggama)
Jadi pendapat yang mengatakan اللمس adalah menyentuh dengan tangan
maka sekedar bersentuhan saja sudah dapat membatalkan waudhu, seperti
pendapat kedua.
Pendapat yang mengatakanاللمس bermakna jima’ maka hanya sekedar
bersentuhan tidak dapat membatalkan wudhu,seperti pendapat pertama.
Pendapat lainnya bila bersentuhannya tidak dengan rasa nikmat atau
dengan syahwat maka tidak membatalkan wudhu, bila dengan syahwat maka
membatalkan wudhu, seperti pendapat ketiga.
Nah di sini kita diajarkan bisa lebih bersikap dewasa dan bijak serta
mengedapankan ukhuwah, tidak mengatakan yang lainnya salah dan hanya
ini yang paling benar.
Tidak sedikit riwayat yang menggambarkan sikap toleransi yang
perlihatkan oleh para ulama terdahulu dalam menyikapi perbedaan yang
bersifat furu’iyah, silahkan anda bisa mengikuti pendapat yang anda
yakini. Namun perlu dicatat, bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan
mahram tidak diperbolehkan dalam Islam. Wallahu a’lam. (Menurut ustadz Taufik Hamim Effendi, Lc. MA)