بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
عُرِضَتْ عَلَيَّ أُجُورُ أُمَّتِي حَتَّى اَلقَذَاةُ يُخْرِجُهَا الرَّجُلُ مِنْ اَلمَسْجِدِ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
Pahala ummatku diperlihatkan kepadaku, termasuk ketika seseorang membersihkan mesjid
dari setitik noda. (HR Abu Daud)
وَالمَكْرُوْهاَتُ فىِ الصَّلاَةِ إِثْنَى وَعِشْرُوْنَ ؛
Hal makruh dalam melaksanakan shalat ada 22 macam :
أَحَدُهاَ
جَعْلُ يَدَيْهِ فىِ كَمَّيْهِ فىِ خَمْسَةِ أَشْياَءَ عِنْدَ تَحَرُمِهِ
وَرُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ وَقِياَمِهِ مِنْ تَشَهُدِهِ وَجُلُوْسِهِ لَهُ
Pertama
; Kedua tangan masuk semua ke dalam lengan tangan di lima posisi, yaitu
saat Takbiratul Ikhram, Ruku’, Sujud, Berdiri dari Tasyshud dan saat
Duduk Tasyahud.
وَثاَنِيْهاَ إِلْتِفتَاتٌ بِوَجْهِهِ بِلاَ حاَجَةٍ أَماَّ إِذاَ كاَنَ لَهاَ كَحِفْظِ مَتاَعٍ فَلاَيُكْرَهُ
Kedua ; Memalingkan muka tanpa hajat, adapun ketika ada hajat seperti menjaga harta maka itu tidak makruh.
وَثاَلِثُهاَ إِشاَرَةٌ بِنَحْوِ عَيْنٍ أَوْحاَجِبٍ أَوْشَفَةٍ بِلاَحاَجَةٍ ,
وَلَوْ مِنْ أَخْرَسَ وَلاَ تَبْطُلُ بِهاَ الصَّلاَةُ ماَ لَمْ تَكُنْ
عَلَى وَجْهِ اللَّعْبِ وَإِلاَّ أَبْطَلَتْ , أَمَّا إِذاَ كاَنَتْ
لِلْحاَجَةِ كَرَدِّ السَّلاَمِ وَنَحْوِهِ فَلاَيُكْرَهُ
Ketiga
; Memberi isyarat, seperti dengan mata, alis mata atau bibir dan tanpa
hajat. Ini meskipun dari seorang bisu. Ini tidak membatalkan shalat
sebatas tidak ada unsur bercanda, bila ada unsur bercanda maka shalat
batal. Adapun isyarat itu diperlukan seperti karena menjawab salam maka
membri isyarat itu tidak makruh.
وَراَبُِهاَ
جَهْرُ بِمَحَلِ إِسْراَرٍ وَعَكْسِهِ حَيْثُ لاَ عُذْرَ فَإِنْ حَصَلَ
عُذْرٌ كَأَنْ كَثُرَ اللَّغْطُ عِنْدَهُ فاَحْتاَجَ لِلْجَهْرِ لِيَأْتِىَ
بِالقِرَاءَةِ عَلَى وَجْهِهاَ فَلاَكَراَهَةَ
Keempat
; Mengeraskan suara di saat harus bersuara pelan, juga sebaliknya, ini
apabila tidak ada udzur (kendala). Tapi apabila ada uzdur, seperti gaduh
atau berisik, maka ia perlu untuk mengeraskan suara karena memenuhi hak
bacaan sesuai keharusan, ini ini tidak makruh.
وَخاَمِسُهاَ
إِخْتِصاَرٌ بِأَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ أَوْ يَدَيْهِ عَلَى خاَصِرَتِهِ ماَ
لَمْ يَكُنْ لِحاَجَةٍ كَعِلَّةٍ بِجَنْبِهِ وَإِلاَّ فَلاَ كَراَهَةَ ,
لِخَبَرِ أَبىِ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ T نَهَى أَنْ يُصَلِّى الرَّجُلُ
مُخْتَصِراً رَواَهُ الشَّيْخاَنِ , وَالمَرْأَةُكاَلرَّجُلِ وَمِثْلُهاَ
الخُنْثَى وَيُكْرَهُ ذَلِكَ الإِخْتِصاَرُ خاَرِجَ الصَّلاَةِ أَيْضاً ,
ِلأَنَّهُ فَعْلُ الكُفاَرِ بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلاَةِ وَفَعْلُ
المُتَكَبِّرِيْنَ خاَرِجَهاَ وَفَعْلُ المُخْنِثِيْنَ وَالنِّساَءِ
لِلْعُجْبِ وَأَنَّ الإِبْلِيْسَ لَماَّ أُهْبِطَ مِنَ الجَنَّةِ فَعَلَ
كَذَلِكَ وتَفْسِيْرُ الإِخْتِصاَرِ بِذَلِكَ هُوَ المَشْهُوْرُ وَقَدْ
يُفَسِّرُ بِاخْتِصاَرٍ السَّجَدَةُ ِلأَنَّهُ مَنْهِىٌ عَنْهُ أَيْضاً
Kelima
; Kelima, Ikhtishor (mengerutkan diri) yaitu menjadikan salah satu atau
kedua tangannya di atas lambung atau pinggangnya, selagi hal itu tidak
diperlukan, seperti ada rasa sakit di lambungnya, namun apabila sangat
diperlukan maka hal itu tidak makruh.
Hal
ini berdasarkan hadits Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah Saw melarang
shalat dari seorang lelaki sambil Ikhtishor mengerutkan diri (mendekap
perut dengan satu atau dua tangan). HR Bukhori - Muslim.
Perempuan
dengan lelaki dalam hal ini sama, termasuk juga waria. Mengerutkan diri
seperti ini juga makruh dilakukan di luar shalat. Karena hal semacam
itu adalah salah satu perlakuan orang-orang kafir, ini nisbat dalam
keadaan shalat, dan termasuk perlakuan orang-orang takabur adalah nisbat
di luar shalat, serta salah satu perlakuan waria dan wanita dalam
keadaan Ujubnya (angkuh).
Dan
sesungguhnya, Iblis ketika terusir dan turun dari sorga, ia melakukan
hal semacam itu. Ikhshor ditafsirkan dengan mengerutkan diri (menjadikan
salah satu atau kedua tangannya di atas lambung atau pinggang) adalah
tafsiran yang masyhur para Ulama. Penafsiran Ikhshor terkadang makna
dari sujud, karena sujud semacam itu juga di larang.
قاَلَ
الأَزْهَرِى يَحْتَمِلُ وَجْهَيْنِ أَحَدُهُماَ أَنْ يَخْتَصِرَ الآيَةَ
الَّتِى فِيْهاَ السُّجُوْدُ فَيَسْجُدُ لَهاَ , وَالثَّانىِ أَنْ يَقْرَأَ
السُّوْرَةَ فَإِذاَ انْتَهِىَ إِلىَ السَّجْدَةِ جاَوَزَهاَ وَلَمْ
يَسْجُدْ لَهاَ
Syekh Al-Azhari berkata ; Ikhshor mengandung dua sisi makna :
Pertama,
mempersingkat (tidak membaca) ayat yang terdapat sujud (ayat sajadah)
dan dapat melakukan sujud karenanya. Kedua, membaca salah satu surat,
dan ketika sampai pada ayat sajadah dia melewatinya dan tidak melakukan
sujud.
وَساَدِسُهاَ
إِسْراَعُ الصَّلاَةِ أَىْ عَدَمُ التَّأَنِى فىِ أَفْعاَلِهاَ
وَأَقْواَلِهاَ وَكَذاَ إِسْراَعٌ لِحُضُوْرِهاَ ِلأَنَّهُ يُسَنُّ
المَشْىُ إِلىَ المَسْجِدِ عَلَى تَأَنٍ وَسَكِيْنَةٍ وَإِسْراَعٌ
ِلإِدْراَكِ التَّحَرُمِ أَوْ غَيْرِهِ مَعَ الإِماَمِ , نَعَمْ إِنْ
تَوَقَفَ إِدْراَكَ الجَماَعَةِ عَلَيْهِ يُسَنُّ أَوْ إِدْراَكَ
الجُمْعَةِ وَجَبَ
Keenam ; Mempercepat gerakan shalat, yaitu tidak secara perlahan dalam perbuatan dan bacaan shalat. Demikian
pula, makruh cepat-cepat berjalan untuk mendirikan shalat, seperti
berlarian, karena sesungguhnya disunnahkan berjalan menuju ke mesjid
dengan perlahan dan tenang.
Namun
disunnahkan dengan segera untuk mengejar Takbiratul Ikhram atau
mengejar yang lainnya agar dapat bersama Imam. Betul harus dengan
segera, apabila memang dibutuhkan untuk mengejar berjama’ah bersama Imam
maka mempercepat adalah sunnah. Untuk mengejar shalat Jum’at maka
mempercepat itu adalah wajib.
وَساَبِعُهاَ تَغْمِيْضُ جَفْنِهِ إِنْ خاَفَ ضَرَراً
وَإِلاَّ فَلاَكَراَهَةَ سَواَءٌ الأَعْمَى وَالبَصِيْرُ ِلأَنَّ الجَفْنَ
يَسْجُدُ مَعَهُ وَقَدْ يَجِبُ إِذاَ كاَنَ العُرَّاةُ صُفُوْفاً وَقَدْ
يُسَنُّ كَأَنْ صَلَّى إِلىَ حاَئِطٍ مُزَوَّقٍ أَىْ مُنْقَسٌ وَمُزَيِّنٌ
بِماَيُشَوِّشُ الفِكْرَ أَىْ يَخْلَطُهُ
Ketujuh
; Memejamkan kelopak mata apabila tidak mengundang takut, apabila
karena takut maka tidak dimaruhkan, ini bagi orang buta ataupun orang
melihat, karena dia akan bersujud bersamaan dengan memejamkan kelopak
mata.
Terkadang memejamkan kelopak mata itu wajib, ketika melihat barisan orang-orang telanjang. Terkadang
memejamkan kelopak mata itu sunnah, seperti shalat di samping dinding
yang banyak hiasan gambar hingga dapat menimbulkan kebimbangan dalam
pikiran, atau mengganggu kekhusyuan.
وَثاَمِنُهاَ إِلْصلَقُ عَضُدَيْهِ بِجَنْبِهِ فىِ رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ
Kedelapan ; Menyentuhkan kedua lengan atas pada lambungnya ketika ruku’ dan sujud.
وَتاَسِعُهاَ إِلْصاَقُ بَطْنِهِ بِفَخْذَيْهِ فىِ الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ
Kesembilan ; Menyentuhkan perut pada kedua pahanya ketika ruku’ dan sujud.
وَعاَشِرُهاَ
إِقْعاَءُ الكَلْبِ وَهُوَ إِلْصاَقُ أَلِيَيْهِ بِالأَرْضِ وَنَصْبُ
ساَقَيْهِ وَوَضْعُ يَدَيْهِ عَلَى الأَرْضِ , وَهَذاَ أَحَدُ نَوْعَى
الإِقْعاَءِ وَالنَّوْعُ الآخَرِ هُوَ أَنْ يَضَعَ أَطْـراَفَ أَصاَبِعِ
رِجْـلَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ عَلَى الأَرْضِ وَأَلِيَيْهِ عَلَى عَقِبَيْهِ
وَهَذاَ سُنَةُ فىِ كُلِّ جُلُوْسٍ يُعَقِبُهُ حَرْكَةٌ , لِماَصَحَّ
فَعْلُهُ عَنِ النَّبِىِّ T لَكِنْ الإِفْتِراَشُ أَفْضَلٌ مِنْهُ ِلأَنَّهُ الأَكْثَرُ الأَشْهَرُ
Kesepuluh
; Duduk anjing, yaitu menyentuhkan bokong ke lantai, dengan menegakkan
kedua betis serta meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai.
Dan
ini adalah salah satu dari dua macam duduk, cara duduk yang lain adalah
meletakkan ujung-ujung jari kedua kaki dan kedua lutut di atas lantai
dan meletakkan bokong di atas kedua tumit. Dan cara ini adalah
disunnahkan setiap kali duduk yang diiringi gerakan. Karena perbuatan
itu diajarkan dari Nabi SAW, akan tetapi duduk Iftirosy itu adalah lebih
utama daripada cara duduk di atas, karena duduk Iftirosy lebih banyak
dan masyhur. ( Iftirosy adalah duduk Tasyahud awal )
وَحاَدِى
عَشَرَهاَ نَقْرَةُ الغُرَبِ أَىْ ضَرْبُ الأَرْضِ بِجَبْهَتِهِ عِنْدَ
السُّجُوْدِ مَعَ الطُّمَأْنِيْنَةِ وَإِلاَّ لَمْ يَكْفِ
Kesebelas
; Mematuk seperti burung gagak, artinya memukulkan dahi ke lantai saat
sujud serta tumaninah, apabila tanpa tumaninah maka tidaklah cukup
(tidak sah).
وَثاَنىِ عَشَرَهاَ إِفْتَراَشٌ السَّبُعِ فىِ سُجُوْدِهِ بِأَنْ يَضَعَ ذِراَعَيْهِ عَلَى الأَرْضِ كَماَيَفْعَلُ السَّبُعُ
Keduabelas
; Duduk Iftirosy seperti macan, di saat sujud, yaitu dengan meletakkan
kedua lengan atau siku di atas lantai, sebagaimana hal itu sering
dilakukan hewan buas, misalnya macan.
وَثاَلِثُ عَشَرَهاَ المُباَلَغَةُ فىِ خَفْضِ الرَّأْسِ فىِ الرُّكُوْعِ
Ketigabelas ; Berlebihan merendahkan kepala di saat ruku’.
وَراَبِعُ
عَشَرَهاَ إِطاَلَةُ التَّشَهُدِ الأَوَّلِ فىِ غَيْرِ المَأْمُوْمِ
بِحَيْثُ زاَدَهُ وَلَوْ بِالصَّلاَةِ عَلَى الآلِ أَوْ الدُّعاَءِ أَمَّا
إِذاَ لَمْ يَزِدْهُ فَلاَكَراَهَةَ
Keempatbelas
; Memperpanjang Tasyahud awal, hal ini bagi selain makmum, sekiranya
hingga melebihi batas, meskipun dengan menambah bacaan sholawat atas
keluarga Nabi atau menambah bacaan do’a, dan apabila tidak menambahnya
maka tidaklah makruh.
وَخاَمِسُ
عَشَرَهاَ الإِضْطِباَعُ وَلَوْ لِغَيْرِ الرَّجُلِ وَهُوَ أَنْ يَجْعَلَ
وَسَطَ رِداَئِهِ تَحْتَ مَنْكَبِهِ الأَيْمَنِ وَطَرْفَيْهِ عَلَى
الأَيْسَرِ
Kelimabelas
; Melakukan Idltiba’ meskipun bukan kaum lelaki, yaitu menjadikan
tengah-tengah selendang di bawah pundak sebelah kanan, lalu kedua ujung
selendang itu dijadikan di atas pundak sebelah kiri.
وَساَدِسُ عَشَرَهاَ تَشْبِيْكُ الأَصاَبِعِ وَهُوَ إِدْخاَلُ بَعْضِهاَ فىِ بَعْضٍ , أَمَّا خاَرِجُ الصَّلاَةِ
فَإِنْ كاَنَ فىِ المَسْجِدِ مُنْتَظِراً لِلصَّلاَةِ وَلَوْ غَيْرَ
مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ فَهُوَ مَكْرُوْهٌ أَيْضاً وَإِلاَّ فَلاَ قاَلَ
مُحَمَّدْ حِسْبُ اللهِ إِنَّ التَّشْبِيْكَ يُوْرِثُ النُّعاَسَ
Keenambelas
; Men-Tasybik-kan jari tangan, yaitu memasukkan jari-jari tangan ke
sela-sela jari-jari tangan lainnya. Adapun Tasybik yang di lakukan di
luar shalat, maka apabila di dalam mesjid untutk menunggu waktu shalat,
meski tidak menghadap kiblat maka hal itu juga makruh, dan apabila tidak
menunggu waktu shalat maka tidaklah makruh. Syekh Muhammad Hisbullah
berkata ; Sesungguhnya Tasybik itu menimbulkan ngantuk.
وَساَبِعُ
عَشَرَهاَ تَفَرْقَعُ الأَصاَبِعِ وَالتَّفَرْقَعُ هُو َمَصْدَرُ
تَفَرْقَعَ عَلَى وَزْنِ تَدَخْرَجَ , قاَلَ فىِ القاَمُوْسِ فَرْقَعُ
الأَصاَبْعِ أَىْ نَفْضِيُهاَ وَضَرْبٌ بِهاَ لِتَصَوُّتٍ
Ketujuhbelas
; Tafarqo’u yaitu menepukkan jari tangan. Lafadz Tafarqo’u adalah
bentuk masdar Tafarqo’a sesuai dengan pedoman wajan lafadz Tadahroja. Dalam kamus tertuang, Farqo’u, artinya melemaskan jari tangan lalu menepukkannya agar bersuara.
وَثاَمِنُ عَشَرَهاَ الإِسْباَلُ وَهُوَ إِرْخاَءُ الإِزاَرِ عَلَى الأَرْضِ
Kedelapanbelas ; Isbaal, yaitu membiarkan ujung kain bagian bawah hingga menyentuh lantai.
وَتاَسِعُ عَشَرَهاَ بَصْقٌ أَماَماً وَيَمِيْناً لاَيَساَراً , لِخَبَرِ الشَّيْخاَنِ
إِذاَ كاَنَ أَحَدُكُمْ فىِ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يُناَجِى رَبَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ فَلاَيَبْزُقُنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلاَعَنْ يَمِيْنِهِ وَلَكِنْ
عَنْ يَساَرِهِ , وَهَذاَ فىِ غَيْرِ المَسْجِدِ أَمَّا فِيْهِ فَيَحْرُمُ
إِنْ اتَّصَلَ بِشَيْءٍ مِنْ أَجْزاَئِهِ بَلْ يَبْصِقُ فىِ طَرْفِ
ثَوْبِهِ مِنْ جاَنِبِهِ الأَيْساَرِ وَيَلِفُ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ
Kesembilanbelas
; Meludah ke arah depan dan ke sebelah kanan, kecuali ke sebelah kiri.
Hal ini karena berdasar hadits Bukhori - Muslim : “Apabila salah satu
diantara kalian serdang dalam shalat, maka sungguh dia sedang bermunajat
terhadap tuhannya yang Maha mulia nan Maha Agung, oleh karenanya
janganl meludah ke depan dan ke sebelah kanan, akan tetapi boleh meludah
ke sebelah kiri.”
Boleh
meludah ke sebelah kiri ini ketika shalat yang bukan di mesjid, adapun
ketika shalat di dalam mesjid maka meludah itu di haramkan, apabila
sampai mengenai bagian mesjid. Akan tetapai boleh meludah pada ujung
(saku) baju sebelah kiri lalu melipatkannya.
وَعَشِرُوْهاَ
كَفُّ ثَوْبٍ أَوْ شَعْرٍ لِلرَّجُلِ أَىْ مَنْعِهِ مِنَ السُّجُوْدِ
مَعَهُ دُوْنَ المَرْأَةِ وَالخُنْثَى بَلْ قَدْ يَجِبُ كَفُّ شَعْرِهِماَ
Keduapuluh
; Menahan baju atau menahan rambut bagi kaum lelaki, artinya menahan
baju atau rambut agar tidak terbawa sujud. Kecuali bagi perempuan dan
waria, bahkan bagi kaum perempuan dan waria wajib menahan atau
menghalangi rambutnya, agar tidak ikut terbawa sujud.
وَلِذَلِكَ
قاَلَ القَلْيُوْبىِ ؛ نَعَمْ يَجِبُ كَفُّ شَعْرِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى
تَوَقَفَتْ صِحَّةُ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ وَلاَيُكْرَهُ بَقاَؤُهُ
مَكْفُوْفاً وَلاَفَرْقَ بَيْنَ الصَّلاَةِ عَلَى الجِناَزَةِ وَغَيْرِهاَ
وَلاَبَيْنَ القاَئِمِ وَالقاَعِدِ لِخَبَرٍ ؛ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ
عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ وَلاَأَكِفُّ ثَوْباً وَلاَشِعْراً رَواَهُ
الشَّيْخاَنِ
Oleh
karena demikian itu, Syekh Al-Qolyubiy berkata ; Betul demikian di atas
itu, wajib menahan atau menghalangi rambut perempuan dan kaum waria,
karena sah shalat mereka membutuhkan gerakan semacam itu. Tidak makruh
menngikat baju atau rambut tertahan. Tidak ada bedanya antara shalat
jenazah dan shalat lainnya. Juga tidak ada bedanya antara shalat berdiri
dan shalat sambil duduk.
Hal
ini berdasarkan hadits : Aku (Nabi Saw) di perintahkan agar bersujud di
atas tujuh pokok anggota badan, dan agar aku tidak menahan baju dan
menahan rambut.” (HR. Bukhori-Muslim)
وَفىِ
رِواَيَةٍ أُمِرْتُ أَنْ لاَأَكْفِتُ الشَّعْرَ أَوْ الثِّياَبَ
وَأَكْفِتُ بِكَسْرِ الفاَءِ وَبِالتَّاءِ مِنْ باَبِ ضَرَبَ أَىْ أَجْمَعُ
, وَمِنْ ذَلِكَ أَنْ يُصَلِّى وَشِعْرُهُ مَعْقُوْصٌ أَوْمَرْدُوْدٌ
تَحْتَ عَماَمَتِهِ أَوْثَوْبِهِ أَوْكَمِهِ مُشْمِرٌ أَىْ مَرْفُوْعٌ ,
وَيُسَنُّ لِمَنْ رَآهُ كَذَلِكَ وَلَوْ مُصَلِّياً آخَرَ أَنْ يَحِلَّهُ
حَدِيْثَ لاَ فِتْنَةَ , نَعَمْ لَوْ باَدَرَ شَخْصٌ وَحَلَّ كَمَّهُ
المُشْمِرَ وَكاَنَ فِيْهِ ماَلٌ وَتَلِفَ كاَنَ ضاَمِناً لَهُ , وَمِنْهُ
شَدُّ الوَسَطِ فَيُكْرَهُ إِلاَّ لِحاَجَةٍ بِأَنْ كاَنَتْ تُرَى
عَوْرَتُهُ بِدُوْنِ الحَزاَمِ
Dalam
riwayat lain ; “Aku (Nabi Saw) di perintahkan agar aku tidak menyatukan
rambut dan baju (saat sujud hingga sebagian terhalangi). Lafadz
“Akfitu” dengan kasrah huruf Fa dan dengan menggunakan huruf Ta, lafadz
ini termasuk bab “Dloroba” artinya aku menyatukan.
Dengan
demikian, Ketika shalat hendaknya terlebih dahulu rambut di potong
hingga di bawah sorban, atau sampai bawah baju,, dan juga lengan bajunya
di lipat atau di angkat, (agar tidak terbawa sujud). Disunnahkan bagi
orang yang melihatnya, meskipun dia sendiri dalam shalat agar memberi
peringatan, ketika tidak menimbulkan fitnah.
Betul
demikian, dan apabila seseorang segera dan membuka lengan bajunya yang
terangkat, dan pada lengan baju itu terdapat suatu harta dan rusak
karenanya, maka orang tersebut menanggung atas kerusakannya. Termasuk
mengikat bagian pingggang, maka hal itu makruh kecuali karena
dibutuhkan, seperti auratnya akan terlihat apabila tanpa memakai ikat
pinggang.
أَمَّا
العَذَبَةُ وَهِىَ طَرْفُ عَماَمَِهِ فَيُكْرَهُ غَرَزُهاَ فىِ
عَماَمَتِهِ بَلْ يُسَنُّ إِرْخاَؤُهاَ وَيُكْرَهُ أَيْضاً خاَرِجَ
الصَّلاَةِ لَكِنَّهُ فىِ الصَّلاَةِ أَشَدَّ كَراَهَةٍ ِلأَنَّهُ T قاَلَ أَنَّ اللهَ يُكْرِهُ العَماَمَةَ الصَّماَءِ
Adapun ‘Adzabah yaitu
ujung atau ekor sorbannya maka makruh melipatkannya kebagian dalam
sorbannya, bahkan di sunnahkan melepaskannya keluar. Dan makruh juga hal
itu di lakukan di luar shalat.Akan tetapi hal itu di lakukan dalam
shalat, sangat makruh, karena Baginda Nabi Saw berkata ; Sesunggunya
Allah membenci sorban yang Shoma (memakai sorban tanpa mengeluarkan
salah satu ujungnya )
وَحاَدِى
عَشَرَيْهاَ وَضْعُ يَدِهِ عَلَى فَمِّهِ بِلاَحاَجَةٍ فَإِنْ كاَنَ لَهاَ
كَماَ إِذاَ تَثاَءَبَ فَلاَكَراَهَةَ بَلْ يُسْتَحَبُ لَهُ ذَلِكَ ,
وَيُسَنُّ أَنْ يَكُوْنَ المَوْضُوْعُ اليَدُ اليُسْرَى وَالأَوْلىَ
ظَهْرُهاَ كَماَ أَفْتَى بِذَلِكَ شَيْخُناَ عَبْدُ الغَنِى
Keduapuluh
satu ; Meletakkan tangan di atas mulut tanpa ada kebutuhan, dan apa
bila karena ada kebutuhan seperti menguap, maka hal itu tidak makruh,
bahkan di sunnahkan menutup mulut ketika menguap.
Disunnahkan
adanya tangan untuk menutup mulut adalah dengan menggunakan tangan
kiri, dan yang paling utama adalah dengan punggung tangan kiri. Hal ini
sebagaimana fatwa guru kita Syekh Abdul Gina.
وَثاَنىِ
عَشَرَيْهاَ تَلْثِمٌ لِرَجُلٍ وَهُوَ تَغْطِيَّةُ الفَمِّ وَتَنْقِبُ
لِغَيْرِهِ وَهُوَ تَغْطِيَّةُ ماَزاَدَ عَلَى الفَمِّ مِنَ الوَجْهِ
لِلنَّهْىِ عَنِ الأَوَّلِ , وَقِيْسَ بِهِ الثَّانىِ قاَلَهُ ابْنُ حَجَرٍ فىِ المِنْهَجِ القَوِيْمِ
Keduapuluh
dua ; Taltsiam (menutup sebagian kepala) bagi lelaki, yaitu pertama
menutup mulut dan membalut bagian kepala lainnya (kecuali kedua matanya)
yaitu kedua menutup semua bagian muka kecuali mulut, karena hal ini ada
larangan dari yang pertama, Yang kedua di ukurkan sama dengan yang
pertama, demikian pendapat Ibnu Hajar dalam kitab Minhajul Qowiim.
Allah mengetahui segalanya.
Pustaka : Fiqih Imam Syafe'i, KASYIFATUS-SAJA-Syekh Nawawi Banten