Puasa,
yang di dalam bahasa Al-Qur'an Ash-Shaum/Ash-Shiyam adalah salah satu
dari beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh orang-orang beriman. Firman Allah :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. البقرة:183
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
[QS. Al-Baqarah
:
183]
1.
Pengertian
Ash-Shiyam
(Puasa)
Ash-Shiyam
atau Ash-shaum menurut lughah/bahasa, artinya : "Menahan diri dari melakukan sesuatu".
Seperti firman
Allah :
اِنّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلّمَ اْليَوْمَ
اِنْسِيًّا. مريم:26
Sesungguhnya
aku telah bernadzar akan
berpuasa karena Tuhan Yang
Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusiapun pada hari ini.
[QS. Maryam : 26]
Menurut Syara',
ialah :
اَْلاِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَ الشُّرْبِ وَ غَشَيَانِ النّسَاءِ مِنَ
اْلفَجْرِ اِلىَ اْلمَغْرِبِ اِحْتِسَابًا للهِ وَ اِعْدَادًا لِلنَّفْسِ وَ
تَهْيِئَةً لَهَا لِتَقْوَى اللهِ بِاْلمُرَاقَبَةِ وَ تَرْبِيَةِ
اْلاِرَادَةِ.
Menahan
diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai fajar hingga Maghrib, karena
mengharap ridla Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya dengan jalan
mendekatkan diri kepada
Allah dan mendidik kehendak.
اَْلاِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَ الشُّرْبِ وَ اْلجِمَاعِ وَ غَيْرِهَا
ِممَّا وَرَدَ بِهِ فِى النَّهَارِ عَلَى اْلوَجْهِ اْلمَشْرُوْعِ. وَ يَتْبَعُ
ذلِكَ اْلاِمْسَاكُ عَنِ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ وَ غَيْرِهِمَا مِنَ اْلكَلاَمِ
اْلمُحَرَّمِ وَ اْلمَكْرُوْهِ فِى وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ بِشَرَائِطَ
مَخْصُوْصَةٍ.
Menahan
diri dari makan, minum, jima' dan lain-lain yang telah diperintahkan kepada kita menahan diri
padanya, sepanjang hari menurut cara
yang disyariatkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan
keji/kotor dan lainnya dari perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan pada waktu
yang telah ditentukan serta menurut syarat-syarat yang telah
ditetapkan.
Tegasnya
:
"PUASA", ialah : Menahan diri untuk tidak makan, minum termasuk merokok dan
bersetubuh dari mulai Fajar hingga terbenam matahari pada bulan Ramadlan karena
mencari ridla Allah.
2.
Hukum Ash-Shiyam
(Puasa)
Wajib
'Ain, artinya setiap orang Islam yang telah baligh (dewasa) dan sehat akalnya
serta tidak ada sebab-sebab yang dibenarkan agama untuk tidak berpuasa, maka
mereka itu wajib melakukannya, dan berdosa bagi yang meninggalkannya dengan sengaja. Firman
Allah :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. البقرة:183
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
[QS. Al-Baqarah : 183]
Dan
hadits-hadits Rasulullah SAW :
بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ
اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ اِقَامِ الصَّلاَةِ وَ اِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ وَ صِيَامِ رَمَضَانَ وَ حَجّ اْلبَيْتِ. البخارى و مسلم
Islam
didirikan atas lima sendi, yaitu 1. Mengakui bahwa tak
ada Tuhan
melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad pesuruh Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3.
Menunaikan zakat, 4. Berpuasa Ramadlan dan
5. Berhajji.
[HR. Bukhari dan Muslim]
اِنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ ص فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَخْبِرْنِى عَمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ
الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ ؟ قَالَ: لاَ.
اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ. متفق عليه عن طلحة بن عبيد الله
Sesungguhnya
seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, saya mohon diterangkan
tentang puasa yang diwajibkan oleh Allah kepada saya". Nabi SAW menjawab, "Puasa
di bulan Ramadlan". Orang itu
bertanya pula, "Adakah
puasa yang lain yang
diwajibkan atas diri saya ?". Jawab Nabi SAW, "Tidak, kecuali
bila engkau hendak mengerjakan tathawwu' (puasa sunnah).
[HR. Muttafaq 'Alaih dari Thalhah bin 'Ubaidillah]
3.
Yang Wajib Berpuasa
Ketentuan-ketentuan
orang yang berkewajiban menjalankan puasa di bulan Ramadlan
:
a. Orang Islam, tidak diwajibkan selain orang
Islam.
b. 'Aqil baligh (dewasa), bukan
anak-anak.
c. Sehat.
d. Muqim (berada di daerah tempat
tinggalnya/daerah iqomahnya), bukan sebagai musafir.
e. Kuat, yakni tidak memaksakan diri karena
sangat berat dan payah
bila
berpuasa.
f. Khusus bagi wanita pada waktu suci, artinya
tidak sedang haidl atau nifas.
4. Yang Membatalkan Puasa
Sepanjang
tuntunan Allah dan Rasul-Nya hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut :
Firman
Allah SWT dalam
surat Al-Baqarah ayat 187,
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصّيَامِ الرَّفَثُ اِلى نِسَاءِكُمْ. هُنَّ
لِبَاسٌ لَّكُمْ وَ اَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ، عَلِمَ اللهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ
تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَ عَفَا عَنْكُمْ، فَلْئنَ
بَاشِرُوْهُنَّ وَ ابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ، وَ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا
حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِن
َاْلفَجْرِ، ثُمَّ اَتِمُّوا الصّيَامَ اِلىَ الَّيْلِ ... البقرة:187
Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu
pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi
keringanan kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah
apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu Fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam
.....
. [QS. Al-Baqarah:
187]
Dari
ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa yang membatalkan puasa itu
ialah :
a. Bersetubuh suami-isteri dengan sengaja dan
dilakukan pada saat puasa (dari mulai masuk waktu Shubuh hingga masuk waktu
Maghrib), padahal mereka
termasuk orang yang berkewajiban puasa.
Dan
yang dimaksud dengan "bersetubuh", ialah masuknya kemaluan laki-laki/suami pada
kemaluan wanita/istri.
Jadi baik mengeluarkan mani maupun tidak, hukumnya
tetap sama. Karena tidak adanya ayat-ayat lain maupun hadits-hadits yang
membatasi, bahwa yang dimaksud "bersetubuh" adalah yang mengeluarkan mani, maka
ayat itu tetap berlaku sesuai
dengan keumuman
lafadhnya.
b. Makan dengan sengaja, baik makanan yang
mengenyangkan atau tidak.
c. Minum, baik yang menghilangkan haus
atau tidak, termasuk merokok.
5. Yang Boleh Tidak Berpuasa dan Wajib Mengganti
di hari-hari yang Lain :
a.
Orang yang sakit, yang apabila ia tetap berpuasa akan menambah berat atau akan memperlambat
kesembuhan sakitnya, sedang sakitnya itu dapat diharapkan kesembuhannya (bukan
sakit yang menahun atau sakit yang kronis dan terus-menerus sehingga sulit
diharapkan kesembuhannya).
b. Musafir, ialah
: Orang yang sedang bepergian keluar dari daerah iqomahnya, baik dengan
perjalanan yang berat dan sukar maupun dengan ringan dan mudah; kesemuanya
diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan berkewajiban mengganti di hari yang lain.
Berdasarkan firman Allah :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مّنْ
اَيَّامٍ اُخَرَ. البقرة:184
Dan
barangsiapa diantara kamu yang sakit atau dalam bepergian (musafir) ~maka
bolehlah ia berbuka~ dan mengganti di hari-hari yang lain (sebanyak yang
ditinggalkannya).
[QS. Al-Baqarah : 184].
وَ مَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مّنْ اَيَّامٍ
اُخَرَ. البقرة:185
Dan
barangsiapa yang sakit atau dalam bepergian (musafir) ~maka bolehlah ia berbuka~
dan mengganti di
hari-hari yang lain (sebanyak yang
ditinggalkannya).
[QS. Al-Baqarah : 185].
6.
Batas Waktu Mengganti
Tidak
ada ketentuan dalam agama tentang batas waktu mengganti puasa yang
ditinggalkan. Dapat dilaksanakan pada bulan-bulan sesudah selesai Ramadlan tahun
itu atau bulan-bulan sesudah Ramadlan tahun berikutnya.
Tegasnya
selama ia masih hidup, kapanpun boleh, tanpa menambah fidyah atau melipat gandakan puasanya
(misalnya hutang satu hari diganti dua hari dan sebagainya). Hanya sebaiknya segera diganti.
7.
Yang Boleh
Tidak Berpuasa dan Hanya Mengganti Fidyah
Tanpa Harus Mengganti Puasa di
Hari Yang lain.
Yaitu
:
Orang-orang yang bila dipaksakan
untuk berpuasa masih dapat, tetapi sungguh amat payah sekali
dalam melaksanakannya. Perhatikan Firman Allah :
وَ عَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَه فِدْيَةٌ ... البقرة:184
Dan
terhadap orang-orang yang bisa berpuasa tetapi dengan susah payah (boleh tidak berpuasa),
wajib membayar fidyah.
[QS. Al-Baqarah : 184]
Ayat
tersebut umum, maka siapa saja yang walaupun mampu berpuasa tetapi dengan amat
payah (rekoso) dalam menjalankannya, maka termasuk yang dimaksud oleh ayat di
atas, misalnya :
a. Wanita yang sedang hamil yang bila berpuasa
dikhawatirkan akan
menimbulkan gangguan pada dirinya dan/atau anak yang
dikandungnya.
b. Wanita yang sedang menyusui, baik anaknya
sendiri maupun anak orang lain yang diserahkan kepadanya untuk disusui, yang
bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi
dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu. Rasulullah SAW bersabda :
اِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ اْلمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَ شَطْرَ الصَّلاَةِ
وَ عَنِ اْلحُبْلَى وَ اْلمُرْضِعِ الصَّوْمَ. احمد عن انس بن مالك الكعبى
Bahwasanya
Allah SWT telah membolehkan bagi musafir meninggalkan puasa dan mengqashar
shalat, dan Allah telah membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui
meninggalkan puasa.
[HR. Ahmad dari Anas bin Malik Al-Ka'bi].
Dan
riwayat dari Ibnu Abbas RA.
tentang istrinya yang sedang hamil, katanya
:
اَنْتِ ِبمَنْزِلَةِ الَّذِى لاَ يُطِيْقُهُ فَعَلَيْكِ اْلفِدَاءُ وَ
لاَ قَضَاءَ عَلَيْكِ. البزار وصححه الدارقطنى
Engkau
sekedudukan dengan orang yang amat payah untuk
berpuasa. Maka wajib atasmu fidyah dan tidak ada qadla'
bagimu.
[HR. Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ad-Daruquthni]
Serta
riwayat dari Ibnu 'Umar ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Quraisy yang
sedang hamil tentang hal puasanya, maka jawab beliau
:
اَفْطِرِى وَ اَطْعِمِى كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَ لاَ
تَقْضِى. ابن هزم
Berbukalah
kamu dan berilah makan tiap hari seorang miskin, dan jangan
mengqadla'nya.
[HR. Ibnu Hazm].
c. Orang yang lanjut usia/orang tua yang apabila
berpuasa akan
sangat memayahkannya. Berdasar keumuman ayat (Surat Al-Baqarah ayat 184) dan riwayat dari Ibnu ‘Abbas
sebagai berikut :
رُخّصَ لِلشَّيْخِ اْلكَبِيْرِ اَنْ يُفْطِرَ وَ يُطْعِمَ وَ لاَ
قَضَاءَ عَلَيْهِ. الدارقطنى والحاكم
Orang
yang sangat tua, dibenarkan untuk berbuka dan wajib memberikan (fidyah) serta
tidak ada qadla' atasnya.
[HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim].
d. Orang yang pekerjaannya sangat berat, yang
bila tetap berpuasa
walaupun ia kuat akan sangat berat dan memayahkannya. Misalnya : Pengemudi becak, pekerja tambang,
karyawan-karyawan pengangkat barang di stasiun, terminal, pelabuhan dan
sebagainya.
e. Orang yang sakit menahun yang (menurut ahli
kesehatan) sulit
diharapkan sembuhnya, atau walaupun sembuh tetapi memakan
waktu yang lama
sekali.
f. Siapa saja yang karena kondisi badannya atau
sebab-sebab lain akan amat berat sekali bila berpuasa,
walaupun bila dipaksa akan kuat juga.
Untuk
nomor d), e) dan f), ini pun dasarnya adalah keumuman lafadh dari ayat 184
surat Al-Baqarah
diatas.
Semua
yang tersebut diatas, boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah tanpa harus
mengganti puasa di hari yang lain.
8. Yang Wajib Untuk Tidak
Berpuasa dan Wajib Mengganti
Dengan Puasa di Hari Yang lain.
Yaitu
khusus bagi wanita yang sedang haidl atau nifas.
Berdasar riwayat
:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كُنَّا نَحِيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص
فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَ لاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. الجماعة عن المعاذة
Dari
'Aisyah, bahwa ia berkata, "Adalah kami haidl dimasa Rasulullah SAW maka kami
diperintahkan supaya mengqadla’
(mengganti) puasa dan kami tidak diperintahkan mengqadla’
shalat".
[HR. Al-Jama'ah dari Al-Mu'adzah]
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dari Abu Sa'id, bahwa Nabi SAW bersabda:
اَلَيْسَ اِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلّ وَ لَمْ تَصُمْ؟ فَذلِكَ مِنْ
نُقْصَانِ دِيْنِهَا. البخارى 2: 239
Bukankah
apabila seorang wanita itu haidl, ia tidak shalat dan tidak berpuasa ? Itulah dari kekurangan
agamanya.
[HR. Bukhari juz 2, hal. 239]
1.
Pengertian
Sahur
Sahur,
ialah makanan yang dimakan pada waktu
sahar.
Sahar menurut bahasa ialah "Nama bagi
akhir suku malam dan
permulaan suku siang". Lawannya ialah
: Ashil, akhir suku
siang.
Menurut
Az-Zamakhsyari, dinamai waktu Sahar dengan Sahar karena ia adalah waktu berlalunya malam dan datangnya siang. Dengan
demikian, jelaslah bahwa Sahar bukanlah satu atau dua jam sebelum terbit fajar,
namun yang dimaksud adalah nama waktu pergantian siang
dan malam.
Jadi
apabila kita makan pada jam 24.00 (jam 12 malam) atau sedikit setelah itu
tidaklah dapat dinamakan "Bersahur (mengerjakan makan
Sahur)".
Adapun
yang dinamakan makan Sahur adalah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW pada
riwayat di bawah ini :
عَنْ اَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ
رَسُوْلِ اللهِ ص : ثُمَّ قُمْنَا اِلىَ الصَّلاَةِ. قُلْتُ: كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا
بَيْنَهُمَا ؟ قَالَ: قَدْرَ خَمْسِيْنَ ايَةً. احمد و البخارى و مسلم
Dari
Anas dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, "Kami pernah
bersahur bersama Rasulullah SAW kemudian kami mengerjakan shalat (Shubuh)".
Aku (Anas) bertanya kepada Zaid. "Berapa tempo antara
keduanya ?".
Zaid
menjawab, "Sekadar 50 ayat Al-Qur'an".
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].
2. Hikmah
Sahur
Diriwayatkan
oleh Ahmad dari Abu Sa'id
bahwa Nabi SAW bersabda :
اَلسَّحُوْرُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَ لَوْ اَنْ يَجْرَعَ
اَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَاِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
اْلمُسَحّرِيْنَ. احمد
Sahur
itu suatu berkah.
Maka janganlah kamu meninggalkannya, walaupun hanya dengan meneguk seteguk
air, karena sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas orang yang
bersahur.
[HR. Ahmad]
Diriwayatkan oleh Muslim dari 'Amr bin 'Ash
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
فَصْلُ مَابَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ اَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ
السَّحَرِ. مسلم
Yang
membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab ialah makan
sahur.
[HR. Muslim].
3. Keraguan Tentang Waktu
Sahur
Bila
seseorang ragu apakah telah habis waktu ataukah belum, maka ia diperbolehkan
makan dan minum hingga nyata-nyata baginya bahwa waktu sahur telah habis dan masuk waktu shubuh. Firman Allah :
وَ كُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ
اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِ. البقرة:187
Dan
makanlah, minumlah, sehingga nyata kepadamu benang putih dari pada benang hitam yaitu
Fajar.
[QS. Al Baqarah : 187]
Dari
ayat di atas jelaslah bahwa Allah memperkenankan makan dan minum, sehingga nyata
benar terbitnya Fajar.
4. Adab Berbuka
Diriwayatkan
oleh Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud dari Sahl bin 'Adi, bahwa Rasulullah SAW
bersabda :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اْلفِطْرَ. احمد والبخارى ومسلم وابوداود
"Senantiasalah manusia dalam kebajikan selama
mereka segera berbuka".
Diriwayatkan
oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda
:
يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ: اِنَّ اَحَبَّ عِبَادِى اِلَيَّ
اَعْجَلُهُمْ فِطْرًا. الترمذى
Berfirman
Allah 'Azza wa Jalla (artinya), "Yang paling Ku sayangi dari hamba-hamba-Ku,
ialah yang paling segera berbuka".
[HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah].
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abdil Barr dari Anas bin Malik, katanya
:
مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص قَطُّ صَلَّى صَلاَةَ اْلمَغْرِبِ حَتَّى
يُفْطِرَ وَ لَوْ عَلَى شُرْبَةِ مَاءٍ. ابن عبد البر عن انس بن مالك
Tidak
pernah aku melihat walau sekali Rasulullah SAW shalat Maghrib lebih dahulu sebelum berbuka,
walaupun hanya dengan seteguk air.
[HR. Ibnu ‘Abdil
Barr dari Anas bin Malik]
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi dari Anas, sbb
:
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُفْطِرُ عَلَى
رُطَبَاتٍ قَبْلَ اَنْ يُصَلّىَ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ
فَاِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ. ابوداود و احمد و الترمذى
Dari
Anas bin Maalik, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW
berbuka dengan kurma basah sebelum shalat (Maghrib), jika tidak ada kurma basah,
maka beliau berbuka dengan kurma kering, dan jika tak ada kurma kering, beliau
menyendok beberapa sendok air.
[HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi]
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُحِبُّ اَنْ يُفْطِرَ عَلَى ثَلاَثِ تَمَرَاتٍ
اَوْ شَىْءٍ لَمْ تُصِبْهُ النَّارُ. ابو يعلى عن انس
Adalah
Rasulullah SAW suka berbuka puasa dengan tiga biji korma atau sesuatu yang tidak dimasak dengan
api.
[HR. Abu Ya'la dari Anas]
Rasulullah
SAW bersabda :
اِذَا اَفْطَرَ اَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ، فَاِنْ لَمْ
يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ فَاِنَّهُ طَهُوْرٌ. ابو داود و الترمذى عن سليمان بن عامر
Apabila
seseorang diantara kalian berbuka, maka hendaklah ia
berbuka dengan korma. Jika ia tidak memperoleh korma, hendaklah ia berbuka
dengan air, karena air itu bersih dan membersihkan.
[HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Sulaiman bin 'Amir]
Kesimpulan
:
Hadits-hadits
di atas menerangkan kepada kita, bahwa apabila kita berbuka puasa maka
disunatkan untuk :
1. Menyegerakan berbuka.
2. Sebelum shalat Maghrib
kita berbuka dahulu walaupun dengan seteguk air.
3. Berbuka dengan tiga
biji korma, bila tidak ada, dengan sesuatu makanan yang manis dan tidak dimasak dengan api. Seperti
: pisang, kates, nanas dan
lain-lain.
4. Bila tidak ada
buah-buahan maka disunatkan kita untuk berbuka dengan air.
5. Dan dikala berbuka dituntunkan untuk membaca do'a seperti
berikut :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلاَجْرُ اِنْ
شَاءَ اللهُ. ابو داود2: 306، عن ابن عمر
Haus
telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapatkan. Insya
Allah.
[HR. Abu Dawud juz 2,
hal. 306, dari Ibnu Umar]