Di
bawah ini adalah tulisan yang disadur dan diringkas oleh Usman Effendi
AS dari makalah tulisan Nanung Danar Dono, S.Pt, M.P., Sekretaris
Eksekutif LP.POM-MUI Propinsi DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM
Yogyakarta:
Melalui penelitian ilmiah yang
dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah
universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya,
Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk
menjawab pertanyaan:
Manakah yang lebih baik dan paling
tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa
proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan
pemingsanan)?
Keduanya merancang penelitian sangat canggih,
mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada
permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang
disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di
permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan
otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika
disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.
Untuk
menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG
yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa
adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan
Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan
menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.
Dalam
Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang
tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni:
saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu:
arteri karotis dan vena jugularis. Patut pula diketahui, syariat Islam
tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya,
Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak
dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.
Selama
penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk
merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum
pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.
Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!
Dari
hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan
Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal
sbb.:
Penyembelihan Menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:
Pertama :
Pada
3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada
leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada
grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah
disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.
Kedua :
Pada
3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik
secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur
nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada
saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat
aktivitasnya.
Ketiga :
Setelah
6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar
biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh
anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan
koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada
saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher
tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero
level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu
bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).
Keempat :
Karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat
(daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging
dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good
Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
Penyembelihan Cara Barat
Pertama :
Segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps
(roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah
dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih
tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada
saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila
disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).
Kedua :
Segera
setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata
pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang
diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).
Ketiga :
Grafik
EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke
batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa
sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal.
Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari
seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari
tubuh.
Keempat :
Karena
darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal,
maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga
dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang
dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.
Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan
darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan
tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri
pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.
Bukan Ekspresi Rasa Sakit!
Kejang
dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah
ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya!
Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap
darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai
rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan
luka terbuka yang menganga lebar…!
Hasil
penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang
sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat
Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf
rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa
sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa
sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja
(yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian?
Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG
tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.
Hadits Rasulullah Saw tentang penyembelihan ini:
“……..
dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam
menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan
pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim).
Sumber: Muslim Menjawab