BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah periodisai hadis mengalami
masa yang lebih panjang dibandingkan dengan yang dialami Al Qur’an,
yang hanya memerlukan waktu relatif pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja.
Penghimpunan dan pengkondifikasian Hadis memerlukan waktu sekitar tiga
abad.
Yang dinamakan periodisasi penghimpunan Hadis disini adalah:”fase-fase
yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan
Hadis, sejak Rosulullah SAW masih hidup sampai terwujiudnya kitab-kitab
yang dapat disampaikan dewasa ini.”[1]
Para ulama’dan ahli Hadis, secara bervariasi membagi periodisasi
penghimpunan dan pengkondifikasian hadis tersebut berdasarkan perbedaan
pengelompokan data sejarah yang mereka miliki, serta tujuan yang hendak
mereka capai.
Mohammad Mustofa Azami, yang secara garis besar hanya berkonseantrasi pada pengumpulan dan penulisan Hadis pada abad pertama dan kedua Hijriah, yang dinamainya dengan Pre-Clasical “Hadith “ Literature (masa sebelum puncak kematangan pengkondifikasian Hadis).
Berbeda dengan Azami, Hasbi Ash-Siddieqy cenderung mengikuti periodisasi perkembangan Hadis sebagai mana yang dianut oleh sebagian para ahli sejarah hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS DARI MASA KEMASA
Mohammad Mustofa Azami, yang secara garis besar hanya berkonseantrasi pada pengumpulan dan penulisan Hadis pada abad pertama dan kedua Hijriah, yang dinamainya dengan Pre-Clasical “Hadith “ Literature (masa sebelum puncak kematangan pengkondifikasian Hadis).
Berbeda dengan Azami, Hasbi Ash-Siddieqy cenderung mengikuti periodisasi perkembangan Hadis sebagai mana yang dianut oleh sebagian para ahli sejarah hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS DARI MASA KEMASA
Hadis Pada Abad Pertama Hijriah
Periode ini dapat di bagi menjadi dua fase, yaitu: pertama, masa Rosululloh SAW; dan kedua, masa Sahabat dan Tabi’in.
1.Hadis Pada Masa Rosulullah SAW
a. Cara Sahabat Menerima Hadis Pada Masa Rosulullah SAW
Hadis-hadis Nabi yang terhimpun didalam kitab-kitab hadis yang ada sekarang adalah hasil kesungguhan para sahabat dalam menerima dan memelihara hadis dimasa Nabi SAW dahulu. Apa yang telah diterima oleh sahabat dari Nabi SAW disampaikan pula oleh mereka kepada sahabat lain yang tidak hadir ketika itu, dan selanjutnya mereka menyampaiakan kepada generasi berikutnya, dan demikianlah seterusnya hingga sampaia kepada perawi terakrir yang melakukan kondifikasi Hadis.
Periode ini dapat di bagi menjadi dua fase, yaitu: pertama, masa Rosululloh SAW; dan kedua, masa Sahabat dan Tabi’in.
1.Hadis Pada Masa Rosulullah SAW
a. Cara Sahabat Menerima Hadis Pada Masa Rosulullah SAW
Hadis-hadis Nabi yang terhimpun didalam kitab-kitab hadis yang ada sekarang adalah hasil kesungguhan para sahabat dalam menerima dan memelihara hadis dimasa Nabi SAW dahulu. Apa yang telah diterima oleh sahabat dari Nabi SAW disampaikan pula oleh mereka kepada sahabat lain yang tidak hadir ketika itu, dan selanjutnya mereka menyampaiakan kepada generasi berikutnya, dan demikianlah seterusnya hingga sampaia kepada perawi terakrir yang melakukan kondifikasi Hadis.
Cara penerimaman hadis di masa Rosul SAW tidak sama dengan generasi
sesudahnya. Ada empat cara yang ditempuh oleh para sahabat untuk
mendapatkan hadis Nabi SAW, yaitu:[2]
1. Mendatangi mjlis-majlis taklim yang diadakan Rosul SAW
2. Kadang-kadang Rosul SAW sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau menjelaskan hukumnya kepada para sahabat.
3. Kadang-kadang terjadi sejumlah peristiwa pada diri para sahabat, kemudian mereka menanyakan hukumnya kepada Rosulullah SAW dan Rasulullah SAW memberikan fatwa atau hukum tentang peristiwa tersebut.
4. Kadang-kadang para sahabat menyaksikan Rasul SAW melakukan sesusatu perbuatan, dan sering kali yang berkaiatan dengan tatacara pelaksaanaan ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan yang lainya.
Setelah mendapatkan Hadis melalui cara-cara diatas, para sahabat selanjutnya menghafal hadis tersebut sebagai mana halnya Al Qur’an.
1. Mendatangi mjlis-majlis taklim yang diadakan Rosul SAW
2. Kadang-kadang Rosul SAW sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau menjelaskan hukumnya kepada para sahabat.
3. Kadang-kadang terjadi sejumlah peristiwa pada diri para sahabat, kemudian mereka menanyakan hukumnya kepada Rosulullah SAW dan Rasulullah SAW memberikan fatwa atau hukum tentang peristiwa tersebut.
4. Kadang-kadang para sahabat menyaksikan Rasul SAW melakukan sesusatu perbuatan, dan sering kali yang berkaiatan dengan tatacara pelaksaanaan ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan yang lainya.
Setelah mendapatkan Hadis melalui cara-cara diatas, para sahabat selanjutnya menghafal hadis tersebut sebagai mana halnya Al Qur’an.
b. Penulisan Hadis Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW sudah banyak umat islam yang sudah bisa membaca dan menulis. bahkan Rasul SAW mempunyai sekitar 40 orang penulis wahyu disamping penulis-penulis untuk urusan lainnya.[3] Oleh karnanya, argumen yang menyatakan kurangnya jumlah umat islam yang bisa baca tulis adalah penyebab tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Rasul SAW, adalah kurang tepat, karena teryata, berdasarkan keterangan terlihat bahwa, telah banyak umat islam pada saat itu yang mampu membaca dan menulis. meskipun demikian, kenyataannya, pada masa Rasul SAW keadaan Hadis, berbeda dengan Al Qur’an, belumlah ditulis secara resmi.
Pada masa Rasul SAW Hadis belum ditulis secara resmi, karena terdapat berbagai keterangan dan argumentasi yang kadang-kadang yang satu dengan yang lainnya bertentangan. antara lain:
1. Larangan menulisakan Hadis.
Terdapat sejumlah Hadis Nabi SAW yang melarang para sahabat menulis hadis-hadis yang mereka peroleh dari Nabi SAW. hadis-hadis tersebut adalah :[4]
Dari Abi Sa’id al-Khudri, bahwa sanya Rasul SAW bersabda, “janaganlah kamu menuliskan dariku, dan siapa yang menuliskan sesusati dariku selain Al qur’an maka hendaklah ia menghapusnya” (HR Muslim).
2. Perintah (membolehkan ) menuliskan Hadis.
Selai Hadis-hadis yang isinya melarang menuliskan hadis, dijumpai pula hadis–hadis Nabi SAW yang membolehkan bahkan memerintahkan untuk menuliskan hadis beiau.
Dianatara hadis-hadis Nabi yang memerintahkan atau membolehkan menuliskan hadis adalah :
Dari Rafi’ ibn Khudaij bahwa dia menceritakan, kamibertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mendengar dari engkau banyak Hadis, apkah (boleh) kami menulisnya?” Rasulullah menjawab, “tuliskanlah oleh kamu untk ku dan tidak ada kesulitan.”[5](HR Khatib).
Dari Hadis diatas bahwa Rasulullah SAW membolehkan bahkan menganjurkan para sahabat untuk menuliskan Hadis-Hadis beliau.
3. Sikap para ulama’ dalam menghadapi kontroversi Hadis-Hadis mengenai penulisan Hadis.
Ajjaj al-khathib menyimpulkan, ada empat pendapat yang berfariasi dalam rangka megkompromikan dua kelompok Hadis yang terlihat saling bertentangan dalam hal penulisan Hadis Nabi SAW tersebut yaitu:
Pada masa Rasulullah SAW sudah banyak umat islam yang sudah bisa membaca dan menulis. bahkan Rasul SAW mempunyai sekitar 40 orang penulis wahyu disamping penulis-penulis untuk urusan lainnya.[3] Oleh karnanya, argumen yang menyatakan kurangnya jumlah umat islam yang bisa baca tulis adalah penyebab tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Rasul SAW, adalah kurang tepat, karena teryata, berdasarkan keterangan terlihat bahwa, telah banyak umat islam pada saat itu yang mampu membaca dan menulis. meskipun demikian, kenyataannya, pada masa Rasul SAW keadaan Hadis, berbeda dengan Al Qur’an, belumlah ditulis secara resmi.
Pada masa Rasul SAW Hadis belum ditulis secara resmi, karena terdapat berbagai keterangan dan argumentasi yang kadang-kadang yang satu dengan yang lainnya bertentangan. antara lain:
1. Larangan menulisakan Hadis.
Terdapat sejumlah Hadis Nabi SAW yang melarang para sahabat menulis hadis-hadis yang mereka peroleh dari Nabi SAW. hadis-hadis tersebut adalah :[4]
Dari Abi Sa’id al-Khudri, bahwa sanya Rasul SAW bersabda, “janaganlah kamu menuliskan dariku, dan siapa yang menuliskan sesusati dariku selain Al qur’an maka hendaklah ia menghapusnya” (HR Muslim).
2. Perintah (membolehkan ) menuliskan Hadis.
Selai Hadis-hadis yang isinya melarang menuliskan hadis, dijumpai pula hadis–hadis Nabi SAW yang membolehkan bahkan memerintahkan untuk menuliskan hadis beiau.
Dianatara hadis-hadis Nabi yang memerintahkan atau membolehkan menuliskan hadis adalah :
Dari Rafi’ ibn Khudaij bahwa dia menceritakan, kamibertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mendengar dari engkau banyak Hadis, apkah (boleh) kami menulisnya?” Rasulullah menjawab, “tuliskanlah oleh kamu untk ku dan tidak ada kesulitan.”[5](HR Khatib).
Dari Hadis diatas bahwa Rasulullah SAW membolehkan bahkan menganjurkan para sahabat untuk menuliskan Hadis-Hadis beliau.
3. Sikap para ulama’ dalam menghadapi kontroversi Hadis-Hadis mengenai penulisan Hadis.
Ajjaj al-khathib menyimpulkan, ada empat pendapat yang berfariasi dalam rangka megkompromikan dua kelompok Hadis yang terlihat saling bertentangan dalam hal penulisan Hadis Nabi SAW tersebut yaitu:
Pertama, menurut Imam Bukhari, Hadis Abu Sa’id al-Khudri diatas adalah
mawquf, untuk dijadikan dalil.[6] Tetapi, pendapat ini ditolak sebab
menurut imam Muslim Hadis tersebut adalah shahih dan hal ini diperkuat
oleh Hadis Abu Said yang lain.
Kedua, bahwa larangan menuliskan Hadis itu terjadi adalah pada masa awal islam ketika itu dikhawatirkan terjadinya percampuradukkan antara Hadis dengan Al Qur’an. Tetapi, setelah umat islam bertambah banyak dan mereka telah dapat membedakan antara Hadis dan Al Qur’an, maka hilanglah kehawatiran itu dan, karenanya mereka diperkenankan untuk menuliskannya.[7]
Kedua, bahwa larangan menuliskan Hadis itu terjadi adalah pada masa awal islam ketika itu dikhawatirkan terjadinya percampuradukkan antara Hadis dengan Al Qur’an. Tetapi, setelah umat islam bertambah banyak dan mereka telah dapat membedakan antara Hadis dan Al Qur’an, maka hilanglah kehawatiran itu dan, karenanya mereka diperkenankan untuk menuliskannya.[7]
Ketiga, larangan tersebut ditujukan terhadap mereka yang memiliki
hafalan yang kuat sehinga mereka tidak terbebani dengan tulisan,
sedangkan kebolehan dibereikan kepada mereka yang hafalannya kurang baik
seperti Abu Syah.[8]
Keempat, laranggan tersebut sifatnya umum, sedangkan kebolehan diberikan sifatnya akhusus kepada mereka yang pandai membaca dan menulis sehinga tidak terjadi kesalahan dan penulisanya.
Keempat, laranggan tersebut sifatnya umum, sedangkan kebolehan diberikan sifatnya akhusus kepada mereka yang pandai membaca dan menulis sehinga tidak terjadi kesalahan dan penulisanya.
c. Faktor-faktor yang menjamin kesinambungan Hadis.
Ada beberapa faktor yang mendukung terpeliharanya kesinambungan Hadis, yaitu:
1. Quwwaat al-dzakiriah, yaitu kuatnya hafalan para sahabat yang menarima dan mendengarkan langsung dari Hadis Nabi, dan ketika mereka meriwayatkan mereka menyampaikan persis seperti yang mereka hafal dari Nabi SAW.
2. Kehati-hatian dari para sahabat dalam meriwayatkan Hadis dari Rasulullah SAW.
3. Kehati-hatian mereka dalam menerima Hadis.
4. Pemahaman terhadap ayat
Mushthafa al-Siba’i berpendapat bahwa yang terpelihara dalam pengubahan adalah Al-Dzikr, dan Al-Dzikr, selai Al Qur’an, juga meliputi Sunnah dan Hadis.dan pendapat ini dapat diterinma, maka ini merupakan faktor penjamin yang penting, karena sifatnya langsung dari Allah SWT.
Hadis Pada Abad Kedua Hijriah
Pada masa abad kedua hijriah khulafa’ al Rasyidin, itu tidak hanya memelihara tetapi ketelitian serta kehati-hatian dalam menerima sebuah Hadis tidak hanya terlihat pada diri para khulafa’ al Rosyidin, tetapi juga kepada para sahabat yang lain.
Ada beberapa faktor yang mendukung terpeliharanya kesinambungan Hadis, yaitu:
1. Quwwaat al-dzakiriah, yaitu kuatnya hafalan para sahabat yang menarima dan mendengarkan langsung dari Hadis Nabi, dan ketika mereka meriwayatkan mereka menyampaikan persis seperti yang mereka hafal dari Nabi SAW.
2. Kehati-hatian dari para sahabat dalam meriwayatkan Hadis dari Rasulullah SAW.
3. Kehati-hatian mereka dalam menerima Hadis.
4. Pemahaman terhadap ayat
Mushthafa al-Siba’i berpendapat bahwa yang terpelihara dalam pengubahan adalah Al-Dzikr, dan Al-Dzikr, selai Al Qur’an, juga meliputi Sunnah dan Hadis.dan pendapat ini dapat diterinma, maka ini merupakan faktor penjamin yang penting, karena sifatnya langsung dari Allah SWT.
Hadis Pada Abad Kedua Hijriah
Pada masa abad kedua hijriah khulafa’ al Rasyidin, itu tidak hanya memelihara tetapi ketelitian serta kehati-hatian dalam menerima sebuah Hadis tidak hanya terlihat pada diri para khulafa’ al Rosyidin, tetapi juga kepada para sahabat yang lain.
Sikap kesunguhan dan kehati-hatian para sahabat dalam memelihara Hadis
diikuti Tabi’in yang datang sesudah mereka, jadi sekalipun suatu Hadis
itu diterima mereka dari sahabat, para Tabi’in masih merasa perlu untuk
megecek kembali kebenaran Hadis tersebut dari sahbat yang lain.
Hadis Pada Abad ke-2 Hijriah (Masa Penulisan dan Pembukuan Hadis Secara Resmi)
Pada
periode ini Hadis-Hadis Nabi SAW mulai ditulis dan dikumpulkan secara
resmi. Umar ibn Abd al-Azis, salah seorang kholfah dari dinasti umaiyah
yang mulai memrintah di penghujung abad pertama Hijriah, merasa perlu
untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan Hadis
Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan di dalam catatan dan
hafalan para Sahabat dan Tabi’in, hal tersebut dirasakannya begitu
mandesak, karena pada waktu itu kekuasaan islam telah meluas sampai ke
daerah-daerah lur jazirah Arabia, disamping para sahabat sendiri,dan
catatan-catatan pribadi mereka mengenai hadis nabi merupakan sumber
rujukan bagi ahli Hadis katika itu, sebagian besar telah meninggal dunia
karena faktor usia dan akibat terjadi banyak peperenagan.
Hadis Pada Abad Ketiga Hijriah
Periode
ini berlangsung sejak masa pemerintahan kholifah Al-Ma’mun sampai pada
awal pemerintahan kholifah Al-Muqtadir dari Kekholifahan Dinasti
Abasiyah.Pada periode ini ulama’ Hadis memusatkan perhatian mereka pada
pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadis-Hadis Nabi SAW,
sebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan Hadis yang semakin
marak.
Hadis Pada Abad Keempat Sampai Ketuju Hijriah
Perode
ini dimulai pada masa kholifah Al-Muqtadirsamlpai Kholifah
Al-Mu’tashim.Meskipun pada masa periode ini kekuasaan islam mulai
melemah dan bahkan mangalami keruntuhan pada abad ke-7 Hijriah akibat
seranagan Hulagu Khan, cucu dari Jengis Khan, kegiatan para ulamak dalam
rangka memelihara dan megembangkan hadis tetap berlangsung sebagaimana
periode-periode sebelumnya, hanya saja periode ini tidaklah sebanyak
yang dihimpun pada periode-periode sebelumnya.
Keadaan Hadis Pada Pertengahan Abad Ketuju hijriah Sampai Sekarang.
Pada
periode ini, umumnya para ulama’ hadis mempelajari kitab-kitab Hadis
yang telah ada, dan selanjutnya mengembangkannya atau meringkasnya
sehingga menghasilkan jenis karnya sebagai berikut:
Kitab
Syarah, yaitu, jenis kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan
hadis dari kitab tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain yang
bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, ataupun kaidah-kaidah sysra’ lainya.
Kitab Mukhtasar, yaitu, kitab dari suatu kitab Hadis.
Kitab Zawa’id, yaitu, kitab yang menghimpun Hadis-Hadis dari
kitab-kitab tertentu yang tidak dimuat oleh kitab laianya. dll.
BAB III
PENUTUP
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Ilahi Robbi. yang telah
memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini,
walaupun masih dalam keadaan yang sangat sederhana dan masih banyak
kekurangan dan juga kesalahan dalam penulisanya,. namun demikian kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan pada kami khususnya. Amiin.
Daftar Pustaka
DR.Nawir Yuslim,MA: 2003. Ulumul Hadis, PT Mutiara Sumberwidya.
[1]
syuhudi ismail, Pengantar Ilmu Hadis (bandung: angkasa, 1991), h. 69;
T.M. Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah Perkembangan Hadis (Jakarata: Bulan
Bintang,1973),h. 14.
[2] M.’Ajjaj al-Khathib, Ushul al Hadits, h. 67-70; Id. Al-Sunnah Qobla al-Tadwin, h.60-68.
[3] M.’Ajjaj al-Khathib, Ushul al Hadits, h. 142.
[4]
Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: dar al-fikr,
1414 H/1993 M), juz 2.h. 710; Al-Nawawi, Syarh Syahih Muslim (Mesir;
Al-Maktabah al-mishriyyah, 1347 H), jilid 18, h. 129.
[5] Al-Bagdadi, taqyid al-Ilm. h. 72-73.
[6] ibh Hajar, al-Asqalani, Fath al-Bari,jilid 1, h.218.
[7]
Muhammad Ibn Isma’il al-Shan’ani, taudhih al-afkar li ma’ani tauqih
al-anzar (kairo: Al-Khanji, 1366 H), jilid 2, h, 353-354.