Humor Sufi : Takut Miskin di Akhirat
Posted on Mei 29, 2009 by SufiMuda
Mengingat harga-harga barang kebutuhan terus meningkat, seorang
pemuda selalu mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Setelah berdiskusi dengan seorang kiai makrifat, pemuda itu pun
mengikuti anjurannya untuk menjalankan shalat Hajat serta tetap
istiqomah melaksanakan shalat wajib lima waktu.
”Pak Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah sesuai anjuran
Bapak. Setiap hari saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT
melimpahkan rezeki yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja
miskin,” keluh si pemuda.
“Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu. Suatu
saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah!” Jawab sang kiai.
”Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua
harga kebutuhan serba naik! Sementara saya masih juga belum mendapat
rezeki yang memadai. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?”
”Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah.”
”Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu, shalat Hajat,
shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya. Lebih
baik saya berhenti saja beribadah…” jawab pemuda itu dengan kesal.
”Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera menjawab permintaanmu,” timpal kiai dengan ringan.
Pemuda itu pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga
tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di
kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng
sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat
dari intan permata. Bahkan beribu wanita cantik jelita menyambutnya.
Seorang permaisuri yang sangat cantik dan bercahaya mendekati si pemuda.
”Anda siapa?” tanya pemuda.
”Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.”
”Ohh… lalu ini istana siapa?”
”Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di dunia.”
”Ohh… dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya saya?”
”Betul!”
”Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik saya?”
”Betul sekali.”
Sang pemuda begitu mengagumi keindahan suasana syurga yang sangat
menawan dan tak tertandingi. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu
pun hilang. Tak disangka, ia melihat tujuh mutiara sebesar telor bebek.
Betapa senang hati pemuda itu dan ingin menjual mutiara-mutiara
tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke tempat penjualan
mutiara.
“Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati tujuh mutiara yang sangat
indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya,” kata pemuda penuh
keriangan.
”Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh mutiara itu
adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun lalu.”
”Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan syurga saya Pak Kiai?”
”Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan ibadahmu.
Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu
bisa menjadi miliader.”
”Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik aku miskin
di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah kumpulkan
kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku
meninggal nanti,” ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada
di depannya itu hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan
menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak. [dari
guyon orang-orang makrifat, wibi ar].
Di kutip dari koran republika
de2widi26.multiply.com