Imam Hafsh
perawi utama Imam ‘Ashim. Riwayat Hidup Imam Hafsh. Namanya Hafsh bin Sulaiman
bin al-Mughirah, Abu Umar bin Abi Dawud al-Asadi al-Kufi al-Ghadliri al-Bazzaz.
Beliau lahir pada tahun 90 H. Pada masa mudanya beliau belajar langsung kepada
Imam ‘Ashim yang juga menjadi bapak tirinya sendiri. Hafsh tidak cukup
mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali tapi dia mengkhatamkan Al-Qur’an hingga
beberapa kali, sehingga Hafsh sangat mahir dengan Qira’at ‘Ashim.
Sangatlah
beralasan jika Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa : “riwayat yang sahih dari Imam
‘Ashim adalah riwayatnya Hafsh”. Abu Hasyim ar-Rifa’I juga mengatakan bahwa
Hafsh adalah orang yang paling mengetahui bacaan Imam ‘Ashim. Imam adz-Dzahabi
memberikan penilaian yang sama bahwa dalam penguasaan materi Qira’at, Hafsh
adalah merupakan seorang yang tsiqah (terpercaya) dan tsabt (mantap).
Sebenarnya
Imam ‘Ashim juga mempunyai murid-murid kenamaan lainnya, salah satu dari mereka
yang akhirnya menjadi perawi yang masyhur adalah Syu’bah Abu bakar bin
al-‘Ayyasy. Hanya saja para ulama lebih banyak mengunggulkan Hafsh daripada
Syu’bah. Imam Ibn al-Jazari dalam kitabnya “Ghayah an-Nihayah fi Thabaqat
al-Qurra’ ” tidak menyebutkan guru-guru Hafsh kecuali Imam ‘Ashim saja.
Sementara murid-murid beliau tidak terhitung banyaknya, mengingat beliau
mengajarkan Al-Qur’an dalam rentang waktu yang demikian lama. Di antara
murid-murid Hafsh adalah : Husein bin Muhammad al-Murudzi, Hamzah bin Qasim
al-Ahwal, Sulaiman bin Dawud az-Zahrani, Hamd bin Abi Utsman ad-Daqqaq,
al-‘Abbas bin al-Fadl ash-Shaffar, Abdurrahman bin Muhamad bin Waqid, Muhammad
bin al-fadl Zarqan, ‘Amr bin ash-Shabbah, Ubaid bin ash-Shabbah, Hubairah bin
Muhammad at-Tammar, Abu Syu’aib al-Qawwas, al-Fadl bin Yahya bin Syahi, al-Husain
bin Ali al-Ju’fi, Ahmad bin Jubair al-Inthaqi dan lain-lain.
Hafsh memang
seorang yang menghabiskan umurnya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an. Setelah
puas menimba ilmu Qira’at kepada Imam ‘Ashim, beliau berkelana ke beberapa
negeri antara lain Baghdad yang merupakan Ibukota negara pada saat itu.
Kemudian dilanjutkan pergi menuju ke Mekah. Pada kedua tempat tersebut, Hafsh
mendarma baktikan ilmunya dengan mengajarkan ilmu Qira’at khususnya riwayat
‘Ashim kepada penduduk kedua negeri tersebut.
Sanad Bacaan
Hafsh , Sanad ( runtutan periwayatan) Imam Hafsh dari Imam ‘Ashim berujung
kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sementara bacaan Syu’bah bermuara kepada
sahabat Abdullah bin Mas’ud. Hal tersebut dikemukakan sendiri oleh Hafsh ketika
beliau mengemukakan kepada Imam ‘Ashim, kenapa bacaan Syu’bah banyak berbeda
dengan bacaannya..? padahal keduanya berguru kepada Imam yang sama yaitu
‘Ashim. Lalu ‘Ashim menceritakan tentang runtutan sanad kedua rawi tersebut.
Runtutan riwayat Hafsh adalah demikian: Hafsh - ‘Ashim - Abu Abdurrahman
as-Sulami- Ali bin Abi Thalib. Sementara runtutan periwayatan Syu’bah adalah
demikian: Syu’bah- Ashim- Zirr bin Hubaisy-Abdullah bin Mas’ud.
Secara garis
besar bisa penulis rangkum sebagai berikut :
1.Jika
dilihat dari segi materi ilmiah, maka riwayat Hafsh adalah riwayat yang relatif
mudah dibaca bagi orang yang non Arab mengingat beberapa hal :
Pertama :
tidak banyak bacaan Imalah, kecuali pada kata : (مجراها ) pada surah Hud. Hal ini berbeda
dengan bacaan Syu’bah, Hamzah, al-Kisa’i, Abu ‘Amr dan Warsy yang banyak
membaca Imalah.
Kedua :
tidak ada bacaan Shilah Mim Jama’ sebagaimana apa yang kita lihat pada bacaan
Qalun dan Warsy. Bacaan Shilah membutuhkan kecermatan bagi pembaca, mengingat
bacaan ini tidak ada tanda tertulisnya.
Ketiga :
Dalam membaca Mad Muttashil dan Munfashil, bacaan riwayat Hafsh terutama thariq
Syathibiyyah tidak terlalu panjang sebagaimana bacaan Warsy dan Hamzah yang
membutuhkan nafas yang panjang. Bahkan dalam thariq Thayyibah, yaitu yang
melalui jalur ‘Amr bin ash-Shabbah thariq Zar’an dan al-Fil bacaan Hafsh dalam
Mad Munfashil bisa Qashr (2 harakat).
Keempat :
dalam membaca Hamzah baik yang bertemu dalam satu kalimah atau pada dua
kalimah, baik berharakat atau sukun, riwayat Hafsh cenderung membaca tahqiq
yaitu membaca dengan tegas (syiddah) dengan tekanan suara dan nafas yang kuat,
sehingga terkesan kasar. Hal ini berbeda dengan bacaan Nafi’ melalui riwayat
Warsy, Qalun. Bacaan Abu ‘Amr melalui riwayat ad-Duri dan as-Susi. Bacaan Ibn
Katsir melalui riwayat al-Bazzi dan Qunbul yang banyak merubah bacaan Hamzah
menjadi bacaan yang lunak. Contohnya adalah pada Hamzah sakinah atau jika ada
dua Hamzah bertemu dalam satu kalimah atau dua kalimah. Imam Hafsh mempunyai
bacaan tashil baina baina hanya pada satu tempat saja yaitu pada kalimat : ( ءأعجمى ) pada surah Fushshilat : 44.
Kelima :
Hafsh mempunyai bacaan Isymam hanya pada satu tempat yaitu pada kata : ( لا تأمنا ) sebagaimana juga bacaan imam
lainnya selain Abu Ja’far.
Keenam:
Hafsh mempunyai bacaan Mad Shilah Qashirah hanya pada kalimat : ويخلد فيه مهانا ) ) pada surah al-Furqan: 69. Hal
ini berbeda dengan bacaan Ibn Katsir yang banyak membaca Shilah Ha’ Kinayah.
2.Jika
dilihat dari awal kemunculan bacaan ‘Ashim yaitu di Kufah atau Iraq, secara politis,
negeri Kufah (Iraq) adalah negerinya pengikut Ali (Syi’ah). Bacaan Hafsh juga
bermuara kepada sahabat Ali. Kemudian Negeri Baghdad, dimana Hafsh pernah
mengajar disini, adalah Ibukota negara (Abbasiyyah) pada masa itu, pusat
kegiatan ilmiah, sehingga penyebarannya relatif lebih mudah. Jika kemudian
Hafsh bermukim di Mekah kiblat kaum Muslimin yang banyak dihuni mukimin dari
berbagai penjuru dunia dan mengajar Al-Qur’an di sini, maka bisa dibayangkan
pengaruh bacaannya. Penulis juga melihat adanya hubungan yang cukup signifikan
antara madzhab fikih dan Qira’at. Sebagai contoh: riwayat Warsy adalah riwayat
yang banyak diikuti oleh masyarakat di Afrika Utara. Di sana madzhab fikih yang
banyak dianut adalah madzhab Maliki. Masa hidup Imam Malik adalah sama dengan
masa hidup Imam Nafi’. Keduanya di Madinah. Bisa jadi pada saat masyarakat
Afrika Utara berkunjung ke Madinah untuk haji atau lainnya, mereka belajar
fikih kepada Imam Malik dan belajar Qira’atnya kepada Imam Nafi’. Kita tahu
bahwa Hafsh pernah bermukim dan mengajar Al-Qur’an di Mekah. Imam Syafi’i juga
hidup di Mekah. Boleh jadi pada saat hidupnya kedua Imam tersebut kaum Muslimin
memilih madzhab kedua Imam tersebut. Kemudian jika kita melihat sanad bacaan
riwayat Hafsh pada guru-guru dari Indonesia, semisal sanad Kiai Munawwir
Krapyak, akan kita jumpai banyak ulama madzhab Syafi’i pada sanad tersebut,
seperti Zakariyya al-Anshari dan lain sebagainya.
3.Hafsh
mempunyai jam mengajar yang demikian lama, sebagaimana dikatakan oleh Ibn
al-Jazari sehingga murid-muridnya bertebaran di berbagai tempat. Hal ini
berbeda dengan Syu’bah yang tidak begitu lama mengajar.
4.Hafsh
dianggap sebagai perawi Imam ‘Ashim yang demikian piawai dan menguasai terhadap
bacaan gurunya. Sebagaimana diketahui Hafsh adalah murid yang sangat setia pada
‘Ashim. Mengulang bacaan berkali-kali, dan menyebarkan bacaan ‘Ashim di
beberapa negeri dalam rentang waktu yang demikian lama. Makki al-Qaisi
menyebutkan bahwa ‘Ashim mempunyai kefashihan membaca yang tinggi, validitas
sanadnya juga sangat kuat dan para perawinya juga tsiqah (sangat dipercaya).
5.Ghanim
Qadduri al-Hamd menyebutkan bahwa mushaf pertama yang di cetak di Hamburg
(Jerman) pada tahun 1694 M/1106 H, diharakati dengan bacaan Hafsh yang ada di
perpustakaan-perpustakaan di beberapa negeri Islam. Hal ini mempunyai banyak
pengaruh pada masyarakat, dimana mereka menginginkan adanya mushaf yang sudah
dicetak. Para penerbit mushaf di Hamburg sudah tentu melihat terlebih dahulu
kecenderungan masyarakat Islam pada saat itu. Bahkan Blacher, seorang
orientalis yang cukup terkemuka dalam bidang studi Al-Qur’an pernah mengatakan
: ( ان الجماعة الاسلامية لن تعترف فى المستقبل الا بقراءة حفص عن عاصم ) artinya : kaum Muslimin pada masa
yang akan datang tidak akan menggunakan bacaan Al-Qur’an kecuali dengan riwayat
Hafsh dari ‘Ashim. Pernyataan Blacher yang pasti didahului oleh pengamatan yang
seksama, jelas menggambarkan kecenderungan masyarakat di dunia Islam pada saat
itu dan pada masa yang akan datang sehingga dia bisa memastikan hal tersebut.
6.Ghanim
Qadduri juga menyebutkan dengan melansir dari kitab “Tarikh Al-Qur’an” karya
Muhammad Thahir Kurdi, bahwa penulis mushaf yang sangat terkenal pada masa
pemerintahan Turki Usmani, adalah al-Hafizh Usman (w. 1110 H). Penulis ini
sepanjang hidupnya telah menulis mushaf dengan tangannya sendiri, sebanyak 25
mushaf. Dari mushaf yang diterbitkan inilah riwayat Hafsh menyebar ke seantero
negeri. Penulis melihat bagaimana hubungan antara keahlian menulis mushaf
dengan khat yang indah bisa menjadi unsur yang cukup signifikan dalam
penyebaran satu riwayat. Jika kemudian pemerintah Turki Usmani mencetak mushaf
sendiri, dan menyebarkannya ke seantero negeri kekuasaannya, maka hal itu akan
menambah pesatnya riwayat Hafsh. Dari sini penulis melihat adanya hubungan
antara kekuasaan politik dengan penyebaran satu ideologi tertentu.
7.Peranan
para qari’, guru, imam salat, dan radio, kaset, televisi, juga sangat berpengaruh
terhadap penyebaran riwayat Hafsh. Kita tahu bahwa rekaman suara pertama di
dunia Islam adalah suaranya Mahmud Khalil al-Hushari atas inisiatif dari Labib
Sa’id sebagaimana diceritakannya sendiri pada kitabnya “ al-Mushaf al-Murattal
atau al-Jam’ash Shauti al-Awwal” rekaman ini dengan riwayat Hafsh thariq
asy-Syathibiyyah. Suara yang bagus melalui teknologi yang canggih ikut
memengaruhi satu bacaan.
8.Lebih dari
penyebab lahiriah dari penyebaran riwayat Hafsh, kita tidak boleh melupakan
adanya penyebab “maknawiyyah” atau faktor “berkah” atau bisa kita katakan
faktor “x” pada diri Hafsh. Unsur-unsur spiritual seperti kesalehan,
keikhlasan, ketekunan, pengorbanan Hafsh dalam mengabdi kepada Al-Qur’an ikut
menjadi penyebab tersebarnya satu riwayat bahkan madzhab fikih atau lainnya.
Penutup. Riwayat Hafsh telah menjadi femomena tersendiri dalam penyebaran satu
riwayat dalam Qira’at.
Dalam Ilmu
Qira’at ada sepuluh Imam Qira’at yang sangat masyhur, bacaan mereka disepakati
oleh Ulama Qira’at sebagai bacaan yang mutawatir, artinya bacaan yang
betul-betul asli berasal dari nabi Muhammad dari malaikat Jibril dari Allah.
Sepuluh Imam Qira’aat tersebut ialah : 1. Nafi’ bin Abi Nu’aim al-Ashbihani. 2.
Ibn Katsir, Abdullah bin Katsir al-Makki. 3. Abu ‘Amr , Zaban bin al-‘Ala’. 4.
Ibn ‘Amir Abdullah bin ‘Amir as-Syami. 5. ’Ashim bin Abi an-Najud. 6. Hamzah
bin Habib az-Zayyat. 7. Kisa’I, Ali bin Hamzah. 8. Abu Ja’far, Yazid bin
al-Qa’qa’. 9. Ya’qub al-Hadlrami dan 10. Khalaf al-bazzar (al-Bazzaz). Setiap
Imam tersebut mempunyai banyak murid. Di antara mereka ada murid kenamaan yang
sangat mahir meriwayatkan bacaan Al-Qur’an dari imam-imam mereka atau
murid-muridnya. Dalam perjalanan waktu, dan karena seleksi ilmiah dan alamiah,
muncul nama-nama yang akhirnya dijadikan sebagai referensi yang sangat valid
dan sangat dipercaya sebagai bacaan yang merefleksikan bacaan Imam-Imam qira’at
sebagaimana di atas. Mereka yang disebut sebagai para perawi dari Imam-Imam
sepuluh adalah : 1. Nafi’ kedua perawinya : Qalun dan Warsy. 2. Ibn Katsir :
al-Bazzi dan Qunbul. 3. Abu ‘Amr : ad-Duri dan as-Susi. 4. Ibn ‘Amir : Hisyam
dan Ibn Dzakwan. 5. ‘Ashim: Syu’bah dan Hafsh. 6. Hamzah : Khalaf dan Khallad.
7. Al-Kisa’I : Abu al-Harits dan ad-Duri al-Kisa’i. 8. Abu Ja’far : Ibn Jammaz
dan Ibn Wardan. 9. Ya’qub : Rauh dan Ruwais. 10. Khalaf : Ishaq dan Idris
Sehingga lah
ilmu Qiraat ini berkembang sampai kehari ini.Pada hari ini kebanyakan umat
Islam menggunakan bacaan alQuran mengikut riwayat Hafs . Ini menunjukkan terdapat
keistemewaan dalam riwayat ini berbanding dengan riwayat-riwayat lain . Antara keistemewaan
riwayat ini ialah:
1. Sanad
Imam Hafs bersambung dengan gurunya sehingga kepada Rasulullah s.a.w.
2. Perawi- perawi
sanad Imam Hafs adalah di kalangan ulama yang muktabar dan dihormati pada zaman
mereka.
3. Khilaf
yang terdapat pada bacaan Imam Hafs adalah sedikit jika dibandingkan dengan riwayat-riwayat
lain seperti terdapat hanya satu imalah, satuTashil, satu al-Raum atau
al-Isymam,empat tempat Saktah dan lain-lain
Mengikut riwayat
yang sahih beliau lahir pada tahun 90H dan meninggal pada tahun 180H.